Wednesday, May 21, 2008

Apanya Yang Bangkit?

20 Mei 2 hari lalu, bangsa ini menghadapi sebuah momen yang konon katanya teramat penting, karena dinilai menjadi tonggak kebangkitan dari sebuah keterpurukan yang berkepanjangan. Bahkan Presiden kita dengan pede mencanangkan Indonesia Bisa. Sebuah jargon yang mungkin menandakan optimisme dalam membangun negeri ini, termasuk bangkit dari keterpurukan. Maunya sih, kalau dari asumsi saya, dengan jargon itu, kita diharapkan punya semangat juang yang lebih tinggi lagi, untuk bisa membangkitkan bangsa yang sebetulnya layak jadi salah satu macan Asia bahkan dunia ini, dengan berbagai cara.

Itu peringatan 2 hari lalu, yang ternyata juga dalam perjalanan menuju 20 Mei, ditandai juga dengan kabar duka, ketika aktor sekaligus politisi kenamaan Sophan Sophiaan, harus mengakhiri perjalanan hidupnya sesudah terjungkal dari motor Harley Davidsonnya, akibat melindas sebuah lubang yang cukup dalam. Tapi kalau kita melihat, perjalanan menuju akhir bulan ini, ternyata justru aksi-aksi keras dari teman-teman mahasiswalah yang kerap mewarnai pemberitaan di media massa. Bentrok di Serang, rusuh di beberapa kota lain, bahkan Surabaya pun juga tidak luput dari unjuk rasa, menentang upaya pemerintah menaikkan harga BBM, alias Bahan Bakar Minyak, yang karena sering naik, oleh sebagian kalangan kita yang dari Jawa, diplesetkan menjadi Bolak-Balik Mundhak.

Waktu gonjang-ganjing harga BBM mau naik, Jusuf Kalla sang Wakil Presiden, yang sempat diplesetkan jadi Kollo oleh bang Amien Rais dalam beberapa statementnya, dengan pedenya menegaskan, pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM, sekalipun harga minyak dunia sudah melonjak bahkan sampai 100 Dollar per barel sekalipun. Oke, itu janji waktu harga minyak masih belum segitu. Tapi sekarang? Harga minyak sudah mendekati 130 dolar, bahkan ada prediksi akan melonjak menjadi 200 dolar per barel, dalam kisaran sampai akhir tahun ini. What and the kawat???? Akhirnya sang Wapres pun menelan lagi ludahnya yang sudah terlanjur dibuang itu (iihhh...emang enak???) dan malah kali ini kembali mengeluarkan statement yang sama, persis waktu BBM mau naik dulu, dari 2500 menjadi 4500. Dengan entengnya, saudagar kita satu ini berkata, "Jangan biarkan orang-orang kaya menikmati subsidi untuk BBM!"

Memang, ada sebagian orang kaya kita yang berlagak miskin. Punya rumah supermewah di Cibubur, atau di kawasan Ciputra dan Pakuwon misalnya, tapi ternyata untuk kebutuhan BBM sehari-hari, mereka lebih mengandalkan Premium alias BENGSIN, maaf, Bensin, yang itu disubsidi pemerintah. Alasannya sih, dari beberapa komentar yang pernah saya baca, wong ndak ngelitik kok, ngapain juga harus ngisi Pertamax atau Pertamax Plus, ataupun kalau di Jakarta, ngapain ngisi pake Petronas atau Shell? Apalagi ada sebuah bengkel di Jakarta, yang dengan pedenya mengiklankan jasa turun mesinnya, yang bisa membuat mobil berbahan-bakar Pertamax, bisa lebih bertenaga meski minumnya Premium. Tapi berapa gelintir sih orang kaya yang ASU seperti itu? Kalau ternyata pemerintah menaikkan harga BBM, katanya demi membela rakyat kecil, terus membelanya seperti apa?

Dari beberapa langkah yang sudah menyebar ke media massa, langkah menaikkan harga BBM konon bisa menghemat anggaran sampai beberapa belas triliun Rupiah, yang nantinya akan digunakan untuk beberapa hal, seperti beras untuk masyarakat miskin, dan juga Bantuan Langsung Tunai, yang dulu pas BBM pertama kali naik gila-gilaan pernah diterapkan, dan hasilnya? Banyak orang yang sukses ngaku MLARAT, padahal mereka bisa ngridit sepedamotor baru. Tapi ternyata, bahkan pemerintah pun tidak belajar dari pepatah, Keledai Tidak Akan Pernah Jatuh Pada Lubang Yang Sama Untuk Kedua Kalinya.

Apakah pemerintah lebih bodoh dari keledai? Silakan nilai sendiri. Tapi yang jelas, saya kagum sekaligus prihatin, dengan ketidakpedulian para penggedhe disana, yang seakan-akan tidak melihat realita yang ada, kalau kemudian BBM akan naik lagi. Padahal Agung Laksono Ketua DPR pernah bilang, kalo mau naikkan mbok ya liat-liat dulu langkah alternatif lainnya. Tapi rupanya pemerintah udah buntu ubun-ubunnya. Tadi malam saya liat berita, Sri Mulyani Menteri Keuangan dengan pedenya mengucapkan 28,7 persen untuk kenaikan harga BBM. Sementara kegagalan penyaluran BLT dulu, tidak menjadi pelajaran untuk dicarikan langkah lainnya yang lebih tepat. Jadinya, kasihan para mahasiswa yang sekarang sedang demo dimana-mana. Mereka sudah capek meneriakkan aspirasi rakyat, tapi yang diteriaki DUBLEG, TULI, TOREK, dan lain-lain yang mungkin bisa jadi sangat tidak pantas untuk ditulis saking pedesnya. Kalo dipikir-pikir, kok lebih peduli mahasiswa ya daripada pemerintah? Padahal pemerintahan itu kan dibuat untuk mengayomi masyarakatnya. Okelah mungkin tidak perlu pake subsidi BBM, tapi kalau memang ada cara lain, kenapa harus dengan cara itu? Kesannya, pemerintah hanya diisi orang-orang bodoh, yang hanya tahu menaikkan harga, tanpa mau berpikir adakah cara lain yang lebih bijak.

Prihatin, jengkel, marah, sedih, campur baurlah pokoknya. Karena apapun, toh ternyata pemerintah nekat juga akan menaikkan harga. Apa ya ndak mikir? Harga-harga itu pasti nunut kenaikan harga BBM, meskipun itu baru sebatas isu. Wong juragan bengkel cuci mobil langganan saya saja, dengan pedenya sudah mencanangkan, ongkos cuci mobil per 1 Juni naik jadi 30 ribu, dari yang awalnya 25 ribu. Alasannya, harga minyak naik, pasti semuanya naik. Kalo harga BBM ndak jadi naik? "Saya tetap naikkan harga," kata si empunya bengkel dengan pedenya. Alasannya sih, dengan harga minyak dunia yang sudah ngujubile seperti sekarang, sudah nggak mungkin lagi pemerintah mau ngempet untuk tidak menaikkan harga. Tapi bagaimana dengan efek berantainya? Sudahkah itu terpikirkan? Kok saya jadi nangkep pemerintah maunya yang praktis-praktis saja, instan kayak bikin mi instan, atau kayak makanan siap saji.

Ahhh....saya cuma bisa ngecap disini, tapi mudah-mudahan saya punya cara lain untuk bisa membantu menyuarakan apa yang seharusnya diperhatikan oleh mereka, yang duduk di kursi empuk di pemerintahan sana. BLT belum beres, kemungkinan penimbunan dan penyelundupan juga sangat besar, udah dipikirin tuh yang kayak gitu? BBM alternatifnya gimana? Apa cara memberdayakan masyarakat, yang juga banyak jadi korban outsorcing akibat terlalu nuruti Paman Sam yang Mother Fucker itu? UDAH DIPIKIR BELUM CUK!!!???????

No comments: