Friday, August 07, 2009

Sing Waras Ngalah

Curhat? Sambat? Ah, apapun namanya, wong blog pribadi ini hehehe! Kebetulan dua minggu terakhir ini posisiku lagi di Jakarta, coz ada in house training dari kantor. Lumayan juga sih sampe sebulan. Tentu harapannya aku dan dua temanku dari Surabaya nanti akan bisa menerapkan segala ilmu dan jurus yang diberikan para pimpinan di Jakarta.

Awalnya aku dan dua temanku, sebut aja A dan B berangkat sama-sama. Iyalah wong mau berlatih bersama kok berangkatnya sendiri-sendiri? Kupikir karena senasib sepenanggungan, aku berharap kita bisa jadi partner yang super solid untuk nantinya pulang dan membangun kantor cabang di Surabaya untuk bisa jauh lebih berkembang, dan harapannya sukur-sukur melebihi kantor pusat.

Karakter A dan B yang berangkat bareng ini memang unik. Si A punya sifat temperamental dan bossy, sedangkan si B cenderung pendiam tapi kalo sudah terpancing emosinya, ledakannya juga nggak kalah sama bom Hiroshima. Aku sih nggak mau ambil pusing dengan semua itu. Toh namanya manusia, pasti punya masing-masing sifat, kurang dan lebih, unik, dan pasti beda satu sama lain. Tuhan kan menciptakan semua makhluk berbeda karena emang ada tujuannya yang jelas bermanfaat. Kalo sama semua jadi robot doong!

Setibanya kita bertiga di Jakarta, kita ditempatkan dalam semacam guess house letaknya didalam areal kantor. Awalnya A dan B tidur sekamar, sedangkan aku kebagian tidur sendiri. Setelah beberapa hari berlalu dengan materi demi materi tentang kemampuan manajerial, suatu malam waktu kita bertiga sedang ngumpul, si A cerita kalau di guest house ini ada banyak cerita horor. Konon dulunya guest house ini adalah sebuah gudang yang direhab paksa karena mau nampung tamu istimewa dari Surabaya hehehe!

Entah karena terpengaruh cerita seram si A, atau karena memang penakut, si B akhirnya eksodus kekamarku. Kebetulan sih tempat tidur dikamarku model tingkat. Jadi masih ada tempat tentunya. Yang akhirnya mulai terjadi perubahan dalam hubungan kita bertiga adalah, ketika si A mulai sering ngelayap sendirian tiap malam. Memang sih waktu pertama tiba di Jakarta, si A ini udah ngelayap tiap malem. Pulang-pulang udah mitnait. Awalnya sih aku dan si B menganggap wajar perilakunya. Mungkin biar lebih kenal sama orang-orang yang ada di kantor. Tapi sejak cerita horor itu, dia makin sering menghilang dibandingkan bersama-sama. Memang sih aku dan B nggak ambil pusing, karena memang sejak dulu kenal, si A ini bukan tipe yang disenangi, termasuk di kantor cabang di Surabaya. Tapi makin lama makin jadi. Bertemu muka pun nggak ngomong atau nyapa. Bahkan senyum aja nggak!!!!

Karena lama-lama empet juga dengan kondisi ini, aku dan B akhirnya curhat ke pimpinan. Dan ternyata para bos ini udah tau bener dengan kondisi yang ada, bahkan sejak kita bertiga belum ke Surabaya. Terlepas dari ada mata-mata atau tidak, yang jelas kita berdua lega, karena paling tidak ada harapan perubahan yang dilakukan para atasan di Jakarta.

Yang pada akhirnya membuat hubungan si A denganku dan B makin renggang (aku rasa itu yang terjadi), adalah pada saat sang Direktur langsung tunjuk hidung kepada A, dan mengkritik perilakunya yang suka kelayapan ke divisi lain. Alasannya, mengganggu kinerja divisi lain. Memang sih di kantor dipasangi CCTV untuk memantau kegiatan karyawan disana. Tapi jelas bukan di guest house dan kamar mandi ya..hehehe! Sejak itulah A makin jauh dari aku dan B. Apalagi tiap aku pulang ke rumah ortu kalo libur weekend, dia nggak pernah mau ikut biarpun aku udah nawarin juga ke A untuk refreshing bareng, jalan-jalan kek atau apa, yaa sekedar santai dan juga biar tetep kompaklah. Tapi tetep aja dia menolak dengan berbagai alasan.

Kadang sih aku ngerasa bersalah juga, coz aku pernah nyentil tentang kenyamanan dalam bekerja yang lagi jadi masalah di kantor Surabaya. Kebetulan memang ketidaknyamanan itu muncul karena perilakunya selama ini. Apalagi didukung dengan posisi istrinya sebagai kepala cabang di Surabaya, makin lengkaplah keleluasaannya menebar ketakutan. Memang sih jawaban-jawaban atasan waktu itu cukup bijak, tapi sepertinya itu makin membuatnya merasa nggak nyaman bersamaku dan B.

Kadang-kadang sempet bete juga hidup serumah dengan orang autis seperti ini. Pengen juga sih ngajak ngomong langsung dan nanya apa sih maunya menjauh dan sengit kayak gini. Padahal selama ini aku nggak pernah ngajak berantem. Tapi lagi-lagi aku harus menahan segala emosi yang mulai menyala dalam hatiku, coz yang kuhadapi bisa jadi bukan tipe orang yang mudah menerima saran orang lain, termasuk dari atasannya sekalipun. Akhirnya jadi malah inget pepatah bijak yang kayaknya sekarang perlu dilestarikan. Pepatah itu adalah: Sing Waras Ngalah. Bete? Jelas. Tapi kalo kita terus-terusan bete karena dia, bisa anjlok mental dan prestasi nih! Justru kalo bisa, si kampret ini yang kudu angkat kaki dari tempat kerja selama ini. Tapi yang penting tetaplah Sing Waras Ngalah...