Tuesday, July 01, 2008

Naik Lagi, Mundak Maning...Dll...

Pas hari ini tanggal 1 Juli, ibu-ibu rumah tangga dan mereka yang memanfaatkan barang yang satu ini, harus kembali mengelus dada, dan lebih meras otak, keringat, dan dompet lagi untuk membelinya. Yap, barang itu adalah Liquified Petroleum Gas atau yang biasa kita panggil dengan Elpiji.

Gas yang juga tengah digencarkan pemakaiannya oleh pemerintah ini, kembali meroket, bahkan nggak tanggung-tanggung. Dari 51 ribu menjadi 63 ribu Rupiah untuk yang berukuran 12kg. Dan kembali tentunya polemik muncul ke permukaan, terutama yang menyangkut janji-janji pemerintah, terutama Presiden waktu dulu, termasuk pernyataan Pertamina yang tidak akan menaikkan harga elpiji. Well, janji-janji tinggal janji. Apa yang sudah menjadi ludah, ternyata dijilat kembali, bahkan ditelan lagi oleh mereka-mereka yang pernah membuat pernyataan dan janji-janji gombal mukiyo itu. Apalagi begitu harganya naik, KPPU alias Komisi Pengawas Persaingan Usaha mulai curiga, ada penyelewengan yang dilakukan Pertamina, karena mekanisme kenaikan yang tidak jelas, apakah itu ikut harga pasar, atau ikut mekanisme pemerintah. Berikut saya kutipkan tulisan Jawa Pos edisi hari ini.

Harga Elpiji 12 Kg Jadi Rp 63 Ribu
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) akhirnya merealisasikan rencananya menaikkan harga elpiji kemasan tabung ukuran 12 kilogram (kg). Mulai hari ini, perusahaan migas pelat merah itu menentapkan harga Rp 5.250 per kg dari sebelumnya Rp 4.250. Dengan begitu, harga elpiji tabung 12 kg naik, dari Rp 51 ribu menjadi Rp 63 ribu.

''Kenaikannya 23 persen,'' ujar Pjs Vice President Komunikasi Pertamina Ifky Sukarya di Jakarta kemarin (30/6). Kenaikan tersebut sedikit lebih tinggi daripada rencana, yakni Rp 60.000 per tabung. Menurut Ifky, harga jual sebesar itu berlaku untuk agen dalam radius sampai 60 km dari instalasi utama Pertamina dan/atau SPPBE (stasiun pusat pengisian bahan bakar elpiji).

Untuk wilayah di luar radius 60 km, ada tambahan biaya angkutan yang disesuaikan dengan ketentuan surat keputusan menteri perhubungan. ''Harga jual elpiji tabung 3 kg tetap, yaitu Rp 4.250 per kg di agen atau Rp 12.750 per tabung 3 kg,'' katanya.

Ifky menjelaskan, penyesuaian harga elpiji perlu dilakukan karena harga di pasar internasional (referensi harga CP Aramco) naik tajam.

Saat harga jual elpiji ditetapkan Rp 4.250 per kg pada 2005, harga CP Aramco USD 310 per metrik ton (MT). Namun, saat ini harga pasar elpiji internasional CP Aramco sudah USD 830 per MT atau melonjak 173 persen.

Jika dihitung, harga keekonomian elpiji saat ini Rp 10.140 per kg. Dengan harga jual Rp 5.250 per kg, Pertamina masih menyubsidi Rp 4.900 per kg. ''Karena itu, perlu penyesuaian harga,'' terangnya. Apalagi, lanjut Ifky, terjadi peningkatan biaya operasional dan distribusi karena kenaikan harga BBM.

Kenaikan biaya operasional meliputi ongkos transportasi, margin agen, dan fee pengisian sebesar 15-20 persen. Penyesuaian harga tersebut diharapkan memberikan iklim usaha yang realistis bagi agen elpiji Pertamina untuk memperbaiki pelayanan kepada konsumen. ''Pertamina berupaya menjamin ketersediaan elpiji,'' ujarnya.

Namun, dia berharap masyarakat membeli elpiji sesuai dengan kebutuhan. Jika konsumsi masyarakat tidak melonjak, stok elpiji 83.217 MT cukup untuk memenuhi 17 hari kebutuhan nasional. ''Stoknya masih aman,'' tandasnya.

KPPU Soroti Binis Elpiji

Langkah Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg menarik perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal yang disorot adalah mengapa penetapan harga elpiji 12 kg yang menyangkut hajat hidup orang banyak dilakukan Pertamina, bukan pemerintah.

Anggota KPPU Taddjudin Noer Said mengatakan, pihaknya menengarai adanya potensi penyelewengan terkait ketidakjelasan aturan mekanisme penetapan harga elpiji. Bagi KPPU, aturan saat ini tidak tegas; apakah harga elpiji diperlakukan seperti BBM yang ditentukan pemerintah atau dilepas ke harga pasar. ''Ini harus jelas supaya tidak menimbulkan salah interpretasi,'' ujarnya dalam seminar ''Industri Hilir Migas'' di Jakarta kemarin (30/6).

Menurut dia, harga elpiji yang saat ini digunakan masyarakat secara luas seharusnya ditetapkan pemerintah, bukan Pertamina secara korporat. KPPU menilai posisi elpiji saat ini sudah seperti BBM. Karena itu, seharusnya ada regulasi yang membuat tidak ada monopoli lagi. Artinya, penetapan tarif yang dilakukan sebuah korporat berpotensi mengganggu iklim persaingan sektor hilir migas. ''Seharusnya memang pemerintah yang menetapkan harganya,'' terangnya.

Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso mengatakan, pemerintah sudah membuat golongan BBM maupun gas yang masuk dalam kategori tertentu. ''BBM jenis inilah yang harganya diatur pemerintah,'' ujarnya. BBM yang masuk dalam kategori tersebut adalah premium, minyak tanah, dan solar untuk konsumsi masyarakat.

Elpiji yang termasuk golongan bahan bakar tertentu adalah elpiji kemasan tabung 3 kg. Elpiji 12 kg untuk rumah tangga dan 50 kg bagi kalangan komersial digolongkan sebagai bahan bakar industri.(owi/oki)
Kalau toh memang kebijakan-kebijakan menaikkan harga selama ini, atas nama penyelamatan anggaran, apa iya tidak ada langkah kreatif selain menaikkan harga? Listrik pun juga mulai ancang-ancang naik lagi tarifnya. Jangan-jangan benar kata sebuah pepatah satir,, kalau yang bisa turun itu cuma celana.