Sunday, June 29, 2008

Nggak Nasionalis?

Ini sedikit cerita yang saya dapet, waktu nemenin keluarga liburan di tempat orangtua di Jakarta. Kebetulan karena waktu itu terlintas sebuah ide, pas lagi jalan-jalan di mal, yang fotonya juga saya upload di blog sebelum ini. Idenya sih, gara-gara pas lagi di mal itu, saya nemenin putri saya nonton shownya Hello Kitty di Plasa Senayan.

Pas lagi nunggu munculnya sang tokoh kartun pujaan anak-anak dari taun 70-an itu, nggak sengaja saya dengar sekumpulan orang disekitar saya lagi ngobrol. Memang sih nggak ada niat buat nguping, karena saya pikir ya ngapain juga nguping pembicaraan orang. Tapi ada yang menggelitik pikiran saya, karena ternyata mereka yang ngobrol disekitar saya itu, tidak satupun yang pakai bahasa Indonesia. Semuanya, sekali lagi, semuanya pakai bahasa Inggris!

Kaget? Tidak, karena toh bahasa londo ini sudah masuk sejak bertahun-tahun lalu, dan sudah jadi bahasa internasional. Ndeso? hehehe! Nggak juga. Terus kenapa? Yaa karena tiba-tiba saya merasa aneh, merasa asing, padahal saya lagi di tanah Indonesia. Terus, muncul sebuah pemikiran di kepala saya, kenapa ya mereka kok nggak mau berbahasa Indonesia di negaranya sendiri, atau minimal pakai bahasa daerah masing-masing lah? Sori, saya bukan mau ngajak debat atau adu argumen, karena saya sih cuma mau share aja apa yang saya alami disini. Saya cuma tergelitik, kenapa? Apa bahasa kita segitu rendahnya, sehingga tidak bergengsi kalau ngomongnya ndak pake bahasa Inggris?

Pun ketika emsi acara Hello Kitty itu muncul dan mengajak anak-anak bermain, tidak satupun lagu anak-anak yang dibawakannya adalah lagu dolanan khas orang Indonesia. Semuanya lagu anak dari londo. Memang ini era globalisasi, tapi saya jadi miris, jadi mikir gimana nantinya masa depan generasi penerus kita, kalau ternyata sejak kecil mereka sudah dijauhkan dari bahasa dan budayanya sendiri? Terus terang saya jadi sedih. Bukan saya sok nasionalis sehingga anak saya nggak saya ajarin bahasa Inggris, toh anak saya pun juga alhamdulillah cukup mahir untuk anak seusianya yang baru empat tahun. Saya cuma khawatir, dan tentunya berharap, mudah-mudahan anak cucu nanti tidak malah jadi tamu di negeri sendiri, yang malah nggak tau apa-apa soal bahasa Indonesia, padahal dia lahir, tumbuh,dan berkembang di negeri tercinta ini. Ujung-ujungnya, saya juga inget lagunya Jamrud Asal British, hehehehe! Mungkin memang orang kita terlalu banyak gaul sama turis, sehingga biarpun bingung, yang penting ngomongnya yang Inggris-inggris, hahahahaha!!!

Jam Jreng...

Buat orang Jakarta, mungkin ini bukan hal baru lagi. Malah bisa-bisa yang nulis ini yang dicap ndeso hehehe! Tapi buat yang diluar Jakarta, dan selama ini jarang-jarang menikmati sebagian kemegahan ibukota negara, ini tentu luar biasa.

Jujur saya juga nggak nyangka, pas dapet rekaman video dari ortu di Jakarta, tentang sebuah jam besar di sebuah mal, yang ternyata juga menjadi ikon mal tersebut. Pas ada kesempatan kesana, saya lihat sendiri, betapa indah dan mewahnya jam itu. Kalo istilah anak saya, jam ini sebutannya adalah Jam Jreng, karena memang setiap jam, penunjuk waktu ini mempertunjukkan sebuah lagu klasik, yang saya sendiri nggak tau judulnya. Lingkaran jam itu membuka keatas, dan kemudian enam buah ornamen patung yang masing-masing memegang alat musik yang berbeda, mulai bergerak dan berputar, diiringi lagu klasik yang mengalun. Lagu ini sendiri nggak begitu lama, cuma sekitar tiga menitan, tapi waktu saya lihat ke sekeliling ketika jam itu berdentang, selalu saja banyak yang melihat. Bahkan mereka yang lagi berjalan-jalan pun, tidak segan untuk sekedar berhenti, dan menengok ke arah jam itu.

Saya memang belum punya informasi mendetil tentang pembuatan jam ini. Kapan dibuat, dan bagaimana pemeliharaannya, saya belum ada kabar, tapi mungkin ada diantara teman-teman yang tau, bisa juga bagi-bagi informasi. Yang jelas, meski orang kota sudah biasa dengan mal, tapi untuk yang satu ini, rasanya anda, terutama yang belum pernah melihatnya, harus menyempatkan diri untuk datang. Jam indah ini bisa anda jumpai di Plasa Senayan Jakarta. Dilihat dari letaknya, tentu anda tahu kalau plasa yang bersegmen menengah keatas ini, ada di kawasan Senayan, dekat dengan TVRI, atau hotel Century Park, tempat para atlet biasanya menginap kalau ada turnamen atau kejuaraan nasional. Kadang-kadang saya membayangkan, gimana seandainya Surabaya juga punya yang seperti ini. Mungkin tidak perlu sama, tapi yang penting membangun sebuah ikon, sebuah tanda atau tetenger yang membedakan antara tempat satu dengan lainnya, atau minimal mal satu dengan lainnya. Biarpun sama-sama mal, tapi kalau ada ciri khas seperti ini, orang kan jadi nggak bosen dengan suguhan yang itu-itu aja. Karena kalau di mal kan, yang dilihat kalau nggak orang jual busana, ya makanan dan bioskop, plus beberapa pernik lainnya. Betul?

Tuesday, June 24, 2008

Menjadi Kaya, Sugih, Rich, etc.

Sadar atau tidak, di zaman sekarang yang katanya lagi krisis ekonomi, dengan segala tetek-bengek dampaknya, angka kemiskinan menurut data Badan Pusat Statistik ada peningkatan, meskipun presentasenya masih terus dipertanyakan keakuratannya. Dengan kenaikan harga bengsin alias BBM, keluhan utama di masyarakat adalah makin tingginya harga barang kebutuhan, sebagai dampak berantai kenaikan harga produk turunan fosil hewan dan tanaman purba itu.

Nah, disaat seperti sekarang, saya jadi inget petuah dari ustadz. Beliau pernah bilang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad, akan datang suatu masa, dimana orang akan menjadi terlalu cinta dunia, sehingga takut mati, dan akhirnya justru berlomba-lomba mengejar dunia. Artinya, orang sekarang lebih takut jatuh miskin daripada tidak beribadah. Sang ustadz yang saya dengar khotbahnya mencontohkan, dulu waktu Nabi Ibrahim mau meninggal dunia, yang justru ditanyakan pada sang malaikat pencabut nyawa, om Izrail, adalah apakah setelah ia meninggal nanti, anak istrinya akan tetap menyembah Allah. Pun ketika Nabi Muhammad SAW, yang menjadi teladan bagi umatnya, waktu ajal akan menjemput, justru mengkhawatirkan keselamatan umatnya.

Berbeda dengan sekarang, ketika akan meninggal dunia, seseorang justru lebih takut kalau nanti anak istrinya tidak ada yang ngopeni, ndak ada yang ngasih makan dan nafkah,dan ndak ada warisan yang bisa membuat hidup menjadi lebih tenang. Memang tidak semua seperti itu, tapi dari khotbah yang saya pernah dengar, kecenderungan sekarang bagi sebagian orang adalah yang seperti ini.

Contoh kecil yang barangkali bisa dilihat, coba main ke toko buku, dan lihat di bagian buku best seller dan buku tentang motivasi dan bisnis. Sebagian besar didominasi oleh buku-buku dengan judul bagaimana menjadi kaya, pensiun muda pensiun kaya, menjadi kaya dalam sekejap, bagaimana membuat uang mengejar anda, dan masih banyak lagi buku-buku berjudul sejenis. Saya tidak menjustifikasi semua buku itu salah, keliru, atau menyesatkan. Tapi dari pemikiran saya, bisa jadi para penulis buku-buku itu melihat, masyarakat sekarang cenderung untuk ingin menjadi kaya, memiliki harta banyak, untuk bisa memenuhi semua hasrat dan hajat hidupnya. Orang ingin punya mobil, rumah, yang mewah kalo bisa, dan simpanan miliaran di bank. Karena dengan begitu, selain semua kebutuhan terpenuhi, dia tidak akan lagi diremehkan, dan dipandang sebelah mata. Persis seperti orang perantauan dari desa, yang maunya pulang bawa motor atau mobil sendiri, sebagai tanda dia berhasil di perantauannya.

Sengaja saya tidak muat contoh judul buku tentang cara menjadi kaya yang saya sebut, karena saya yakin, anda bisa temukan sendiri buku-buku yang saya maksud. Begitu banyaknya judul buku seperti itu, sehingga membuat saya sendiri berpikir, akankah orang-orang yang ingin menjadi kaya dalam sekejap, bisa menjalankan berbagai tips yang ada? Karena saya pernah membaca bukunya om Safir Senduk, Siapa Bilang Karyawan Tidak Bisa Kaya? Toh disitu juga tertulis, kita harus pandai mengalokasi gaji, dan mengalihkannya untuk usaha yang lain, meskipun memang dalam skala kecil lebih dulu. Artinya, seperti yang pernah diiklankan sebuah produk rokok, Ingin Hidup Enak, Usaha!!! Ada sebuah perjuangan yang harus dilakukan, ada kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi, sebelum kita bisa meraih sebuah kesuksesan itu. Saya malah khawatir, mereka yang baca buku-buku soal cara menjadi kaya, terlalu besar berharap bisa akan menjadi kaya dengan sangat mudah, seperti orang pasang Porkas, SDSB, kode buntut, atau yang lain-lain, sampai-sampai datang ke dukun segala, seperti yang saya lihat di sebuah majalah mistik.

Grup musik Dewa juga punya lagu, Hidup Adalah Perjuangan. Segala sesuatu memang harus diperjuangkan dulu, dan yang penting, jangan sampai menyerah ketika menemui kegagalan. Well, mudah-mudahan mereka yang sangat ingin menjadi kaya, ditengah kesulitan ekonomi yang diderita masyarakat sekarang, akan bisa memahami esensi sebuah perjuangan, bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Dibalik tangis pasti ada tawa bahagia. Dan yang penting, jangan sampai melupakan Tuhan, Sang Pencipta yang sudah memberikan segala sesuatu untuk kita. Karena itu, ketika kita sedang terpuruk, justru Tuhan menyuruh hamba-Nya untuk melihat kebawah, supaya ada rasa syukur yang muncul, bukan sirik, iri, dengki, dan akhirnya malah nyantet orang yang lebih kaya, yang lebih tinggi jabatannya, hanya karena dia pengen mendapatkan yang seperti itu. Untuk urusan dunia, Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, lihatlah kebawah. Tapi untuk urusan ibadah, lihatlah keatas, supaya kita bisa belajar dari mereka yang ibadahnya kuat, supaya hati menjadi lebih tenang.

SELAMAT BERJUANG MENJADI KAYA!!

Sunday, June 15, 2008

Kenangan Itu

Yah, barangkali ini memang posting yang amat sangat terlambat sekali. Sudah hampir seminggu lewat sejak Suara Surabaya merayakan ultahnya yang ke-25. Sudah seperempat abad radio ini menemani publik Surabaya, dengan beragam informasinya, terutama lalu-lintas yang menjadi andalan sehari-hari, bahkan disaat tengah malam sekalipun.

Ini sekilas dari acara yang saya datangi kemarin. Sebagai mantan 'orang dalam', tentu saya sudah tidak asing lagi dengan teman-teman saya, mulai yang tua sampai yang muda, kecuali beberapa wajah baru yang belum sempat saya kenal sebelumnya. Yaa seharusnya kebersamaan seperti inilah yang memang ideal, bisa saling tertawa, saling berbagi, dan tentunya nggak ada rasa curiga, berprasangka yang aneh-aneh, atau malah ngajakin musuhan. Yah! Sebuah kondisi ideal yang mungkin nggak akan pernah terjadi, karena sebagai manusia, tentu yang namanya hubungan tidak akan pernah seharmonis yang diharapkan. Istilahnya tidak akan seindah di foto deh, meskipun vendor-vendor fotografi selalu mengklaim seindah warna aslinya. Yang jelas, aku cuma pengen share aja kenang-kenangan ini, pas di masa-masa pertamaku tidak lagi menjadi bagian dari mereka. Tapi aku selalu merasa, aku adalah bagian dari mereka, sebagai sahabat, sebagai teman, sebagai tempat curhat, atau yang lain-lain, asal itu bermanfaat (kalo ngutang jangan dulu deh, kan masih ada koperasi kantor? hahahaha!)

Met ultah deh buat SS, moga-moga di usia yang udah seperempat abad, yang kalo di usia manusia adalah usia yang dewasa dan udah kudu married, institusi ini tambah maju, makin oke, dan yang penting makin bisa bikin karyawan betah. Jangan lagi ada cerita tentang karyawan yang mendapat perlakuan berbeda, hanya karena yang satu bisa melobi dengan pendekatan pribadi, yang satu lagi tidak pernah berbasa-basi. Jadi pemimpin memang enak, apa-apa tinggal tunjuk, ada kesalahan tinggal evaluasi dan negur, tapi jangan sampai lupa, jadi pemimpin juga punya tanggungjawab memanusiakan manusia-manusia yang menggantungkan harapan di institusi itu. Seperti kata Rheinald Kazali, perlakukan karyawan sebagai aset, bukan sebagai benda yang suatu saat dibuang dan dicampakkan begitu saja. Semoga dimasa mendatang, tidak ada lagi informasi yang keluar, kalau ada karyawan yang udah melewati masa training, tapi sampai sekarang masih belum dapat libur. Ingat, kezaliman seperti itu, meski mungkin tidak terlaporkan ke Depnaker, tapi Allah Maha Tahu dan Maha Melihat. Kalau adzabNya yang datang, akan teramat pedih untuk dibayangkan.

Sunday, June 01, 2008

(Ngajak) Musuhan?

Hmmm...kadang-kadang lucu juga kalau kita sudah tidak lagi berpijak di suatu tempat, terus pada suatu ketika kita ingin tahu bagaimana kondisi atau perkembangan bekas tempat kita itu. Apalagi kalau ternyata masih cukup banyak cerita yang menyangkut diri kita disana, pasti deh pengen terus ngorek bawaannya.

Kayaknya itu juga yang terjadi padaku. Dulu aku memang produser sebuah acara talkshow, dan kalau dari survei terakhirnya AC Nielsen untuk wave 3 kalo nggak salah, acara yang aku pegang dapet rating cukup lumayan, dan segmen pendengarnya pun melebar, tidak melulu cowok, tapi juga cewek. Nah, setelah aku hengkang dari situ, jelas tu acara ndak ada yang ngurusi. Terakhir kabar yang aku denger, ternyata yang jadi korban alias yang ketiban pulung adalah mantan temen setimku sendiri.

Berhubung tu anak ngakunya ndak ngerti blas soal acara yang dipegangnya, dia banyak berkonsultasi dengan para seniorennya, termasuk salah satu penyiar senior disana, yang sekarang ogah jadi produser acara itu lagi. Nah, karena aku pernah pegang acara itu, dan lagi aku dianggep ngerti banyak dan bisa membantu, akhirnya telponlah si kawan ini untuk bertanya ini-itu, dan share soal masalah yang dihadapinya. Karena teman sendiri, dan demi Allah aku ndak punya maksud tertentu, ya udah kubantu aja. Toh aku juga pengen acara yang dulu aku pegang, bakal tetap eksis dan ratingnya makin tinggi.

Sesudah itu, beberapa waktu kemudian, ternyata ni temen telpon lagi, dengan maksud dan tujuan yang sama. Aku sih ya sebatas hanya kasih usulan dan masukan aja, yang kira-kira pas. Ndak dipake pun aku samasekali ndak masalah. Nah, disaat itulah tiba-tiba kawan satu ini cerita, kalo bosnya melarang dia untuk kontak-kontak denganku lagi. Terus terang aku kaget aja denger pengakuannya. "Yang bener?" aku sampai bertanya gitu untuk meyakinkan, dan sekali lagi sang kawan membenarkannya.

Waktu aku tanya apa alasannya, temenku ini ndak bisa menjelaskan detil, karena si bos hanya minta, pokoknya kalo mau konsultasi, tanya-tanya aja sama yang didalem. Haram tanya sama orang luar, terutama aku.

Yaa it's ok kok, kalo aku dianggep musuh sama tu bos. Aku toh SAMASEKALI NDAK NGEMIS DAN MINTA MAKAN SAMA DIA!!!!! Jadi ngapain dipikirin? Aku sih cuma heran, kalo dia yang dihasut pendengarnya, malah ditanggepi dengan serius, mana pake dibawa-bawa di udara lagi. Nah, si bos(sok) ini ternyata dapet laporan ABS dari salah satu penyiar senior disitu, yang dulu adalah konco SMPnya. Wah, pokoknya setali tiga uang deh mereka!

Aku jadi kasihan sama temenku ini, dan teman-temanku yang masih didalam sana. Kapan ya mereka bisa dapet perlakuan yang lebih baik? Karena cukup banyak yang udah sambat, udah ngeluh karena tiap kali prestasi kerja mereka tidak pernah dihargai. Dalam forum rapat selalu saja yang dibahas adalah penurunan jumlah pendengar, penurunan margin keuntungan, dan masih banyak keburukan lainnya. Tidak pernah sekalipun ada pujian soal prestasi kerja karyawannya. Sebetulnya seperti yang pernah dbilang Rhenald Kazali sang pakar manajemen UI, untuk bisa memotivasi semangat para staf, salah satunya bisa dengan selebrasi kecil-kecilan. Bisa dengan pujian, ngajak makan-makan, atau reward lain. Tapi disitu? Punishment melulu yang dibahas..

Buat temen-temenku yang masih (rela?) bertahan disana, semoga Allah melindungi dan memberkahi kalian semua. Dan mengampuni dosa-dosa kalian, termasuk para sengkuni yang sudah bikin kondisi kalian makin ndak karuan, dan para pimpinannya yang ndak tau diri. Doaku selalu buat kalian friends.....