Thursday, September 11, 2008

KONFLIK DI SUARA SURABAYA MEDIA (THE NEXT EPISODES)

Ternyata, kasus pelanggaran mendirikan usaha yang sama dengan perusahaan yang diikuti seorang karyawan, seperti yang dituduhkan pada Hendro D. Laksono Chief Editor Majalah Mossaik yang majalahnya udah awarahum karena bangkrut itu, ternyata berbuntut. Masing-masing sama-sama bersikukuh dengan pendiriannya. Yang unik, Romi Febriansyah Direktur Umum dan Keuangan ternyata tidak bisa menjelaskan pertanyaan Hendro, tentang pelanggaran apa yang sebenarnya dia perbuat, sehingga berbuntut perpanjangan skorsing bahkan berujung ancaman PHK atau resign. Dan teman-teman....ternyata kasus ini juga dialami Adam, desainer Mossaik Media Comminuication yang bernaung dibawah bendera SS Media. Lebih jelasnya, saya kutipkan beritanya dari situs milik Asosiasi Jurnalis Independen AJI Surabaya. Anda juga bisa klik di www.aji-surabaya.blogspot.com

Perundingan Bipartit 2 Berakhir Buntu

Press Release AJI Surabaya

Perundingan Bipartit 2 antara Manajemen Suara Surabaya Media dengan Hendro D. Laksono, dalam kasus sengketa perburuhan, berakhir tanpa keputusan apa-apa alias buntu. Manajemen Suara Surabaya Media tetap menuduh Hendro telah melakukan “kesalahan berat” dan pantas untuk di-PHK. Sementara Hendro merasa tuduhan itu tidak jelas.

Dalam pertemuan itu, Manajemen Suara Surabaya Media yang diwakili Direktur Umum dan Keuangan Romi Febriansyah kembali menegaskan bahwa Hendro telah terindikasi melakukan aktifitas lain yang bertabrakan dengan core bisnis PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya atau Suara Surabaya Media. “Hendro punya usaha sejak tahun 2002, sebelum masuk SS, dan itu kami (manajemen SS) anggap sebagai kesalahan berat,” kata Romi. Karena itulah, Manajemen SS Media mengangap Hendro layak untuk di-PHK atau mengundurkan diri dari jabatannya.

Hendro yang dalam perundingan itu didampingi oleh Iman D. Nugroho, Sekretaris 1 AJI Surabaya hanya tersenyum, sembari meminta Romi menjelaskan apa definisi kesalahan berat yang bertabrakan dengan core bisnis SS Media itu. “Apa saya membuat lembaga broadcasting baru, karena secara legal formal, core bisnis SS Media adalah radio Suara Surabaya?” tanya Hendro. Romi tergagap. “Bukan itu, tapi lembaga penerbitan,” jawab Romi sembari menjelaskan bahwa keputusan itu diambil setelah tiga direksi SS Media, Errol Jonathans, Wahyu Widodo, Gati Irawarman, Herru Sholeh dan Romi sendiri.

Jawaban ini tergolong “aneh”. Keanehan pertama adalah “pelanggaran berat” yang dituduhkan ke Hendro tidak terdifinisi dengan pasti. Termasuk jenis media apa yang pernah diterbitkan dan dianggap bertabrakan dengan core business SS Media. Apalagi dalam sejarahnya, PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang mengudara sejak 11 Juni 1983 ini dalam perkembangannya “hanya” melebarkan sayap pada dunia broadcasting dan online (SuaraSurabaya.net) semata. Kalau toh ada media massa jenis cetak, bernama Majalah Mossaik, sudah berhenti terbit pada pertengahan 2006.

“Pertanyaan saya belum terjawab, mana core business yang saya langgar? Apakah saya punya radio baru, atau punya radio dengan portal berita baru atau mendirikan majalah seperti Mossaik?” tanya Hendro. Lagi-lagi Romi tergagap. Romi tetap bersikukuh bahwa “pelanggaran berat”, sesuai keputusan direksi SS Media telah terindikasi dilakukan Hendro. “Mungkin kita berbeda persepsi, karena itulah SS Media membawa kasus ini ke Disnaker Surabaya,” jelasnya.

Sementara itu, Iman D. Nugroho yang diberi kesempatan bicara menekankan adanya penyelesaian yang adil dalam kasus SS Media –Hendro D. Laksono. Iman menyayangkan ketidakhadiran dua direktur lain yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah ini. “Kalau Direktur Operasional Errol Jonathans dan Direktur Marketing Wahyu Widodo bahkan Direktur Utama Sutojo Soekomihardjo hadir, mungkin persoalannya jadi lebih cepat menemukan solusi,” kata Iman.***

AJI Surabaya di Detiksurabaya.com

Kamis, 11/09/2008 12:12 WIB
Buntut Skorsing
Konflik Jurnalis dengan Manajemen SS Media Kian Panas
Budi Sugiharto - detikSurabaya



Surabaya - Sanksi skorsing sejak 19 Juli 2008 hingga sekarang dari perusahaan yang dialami Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik milik Suara Surabaya Media (SS Media) kian memanas.

Merasa didzolimi, Hendro pun berusaha melawan manajemen SS Media dengan dibackup AJI dan LBH Surabaya. Kasus sengketa ini oleh SS Media sudah diserahkan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya. Namun Hendro menolak upaya itu. Dia lebih menginginkan diselesaikan secara bipartit, antara dirinya dengan manajemen SS Media.

Perundingan bipartit antara Manajemen SS Media dengan Hendro D. Laksono untuk kedua kalinya kembali digelar pada Rabu (10/9/2008). Hendro dalam perundingan itu didampingi oleh Iman D. Nugroho, Sekretaris 1 AJI Surabaya dan SS Media diwakili Direktur Umum dan Keuangan Romi Febriansyah.

Menurut Hendro, pertemuan itu berakhir tanpa hasil. Menurut Hendro, manajemen SS Media tetap menuduhnya telah melakukan pelanggaran berat dan pantas untuk di-PHK. "Saya hanya ingin tahu penjelasan SS mengenai alasan sanksi skorsing sebenarnya apa. Selama ini kan penjelasannya kan selalu gonta-ganti," tegas Hendro yang dihubungi detiksurabaya.com, Kamis (11/9/2008).

Menurut Hendro, dirinya dituding telah melakukan aktivitas bisnis lain yang bertabrakan dengan core bisnis PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya atau Suara Surabaya Media. Alasan dari pihak SS Media dianggap Hendro tergolong aneh.

Keanehan pertama menurut dia adalah tudingan pelanggaran berat yang dituduhkan. Hendro merasa tudingan itu tidak terdifinisi dengan pasti. Termasuk jenis media apa yang pernah diterbitkan dan dianggap bertabrakan dengan core business SS Media.

Karena menurut Hendro, dalam sejarahnya, PT. Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang mengudara sejak 11 Juni 1983 ini dalam perkembangannya hanya melebarkan sayap pada dunia broadcasting dan online semata.

"Kalau toh ada media massa jenis cetak, bernama Majalah Mossaik, sudah berhenti terbit pada pertengahan 2006. Dan waktu itu saya juga meminta kejelasan status saya, tapi tidak ada jawaban," tegas Hendro.

Dalam pertemuan kemarin itu, kata Hendro, dirinya tetap mendesak manajemen yang diwakili Romi untuk menjelaskan kesalahan yang telah dilakukan sehingga diberikan sanksi skorsing dan akhirnya di PHK itu.

Namun, lanjut Hendro, Romi tak bisa menjelaskan secara pasti kecuali hanya mengatakan jika keputusan manajemen sudah bulat bahwa dirinya telah melakukan pelanggaran berat.

"Semua harus dilakukan secara prosedural dan afair. Dengan upaya yang saya lakukan ini, saya berharap agar SS bisa menghargai karyawannya," terang dia yang mengaku sedang mengajar di Stikosa-AWS ini.

Sementara pihak SS Media yang dikonfirmasi tidak membuahkan hasil. Berkali-kali dihubungi telepon seluler Romi Febriansyah tidak aktif.(gik/gik)

Kamis, 11/09/2008 13:36 WIB
Kena Skorsing, Desainer 'SS Media' Juga Melawan
Budi Sugiharto - detikSurabaya



Surabaya - Sanksi skorsing tak hanya dialami Chief Editor Majalah Mossaik, Hendro D Laksono. Namun, desain grafis Mossaik Communication (M COMM) di bawah naungan Suara Surabaya Media (SS Media) Adam Tri Nuryanto juga senasib. Dia skorsing dengan tudingan memiliki pekerjaan sampingan yang sesuai dengan core bisnis perusahaan.

Adam adalah awalnya bekerja sebagai desain grafis di Majalah Mossaik. Namun karena majalah tersebut mati, akhirnya dialihkan ke dalam bisnis penggantinya yaitu M Comm.

Spesialis desain ini menerima skorsing sejak tanggal 18 Juli 2008. "Sampai sekarang masih diskorsing. Sudah dua kali diperpanjang. Yang terakhir ini ada surat resminya," kata Adam yang dihubungi detiksurabaya.com, Kamis (11/9/2008) siang.

Menurut dia, skorsing yang pertama kali diterimanya itu disampaikan secara lisan oleh Direktur Umum dan Keuangan Romi Febriansyah. Alasannya kata Adam, dituduh telah melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan bisnis M Com. Alasan itu karena di komputer tempat biasa Adam bekerja ditemukan file-file disain yang diluar kepentingan M Comm.

"Saya akui memang ada file desain lain di komputer kantor. Tapi itu file memang hasil copy dari laptop saya. Saya pindah ke komputer kantor memang untuk finishing saja," terang Adam.

Namun Adam membantah jika pekerjaan sampingannya itu dianggap telah mengganggu tugasnya di M Comm. "Sama sekali tidak. Tidak pernah ada catatan saya tidak mengerjakan tugas tak sesuai jadwal," tegasnya.

Semenjak Majalah Mossaik tutup, kata Adam, M Comm mengerjakan majalah East Java Traveller (tutup juga), Surabaya City Guide dan menerima pengerjaan majalah Halo milik Telkomsel. "Majalah itu kan terbitnya ada yang satu bulan sekali dan dua bulan sekali. Jadi waktu luang saya banyak, sekali lagi saya tidak pernah menggarap disain lain di kantor," katanya.

Adam sendiri kaget ketika tiba-tiba, Romi memberikan sanksi skorsing tanpa ada peringatan dahulu. "Mestinya kan secara prosedur ada surat peringatan dan lain-lainnya," keluh Adam.

Karena tidak terima dengan skorsing tanpa ada alasan yang jelas itu, seperti halnya Hendro, Adam juga meminta bantuan AJI dan LBH Surabaya untuk ikut membackup perjuangannhya melawan ketidakadilan ltu.

"Saya sudah minta bantuan AJI dan LBH. Saya tidak tahu ke depan seperti apa namun yang pasti kalau pun toh nantinya ada PHK hendaknya dilakukan secara prosedural dan transparansi," ungkap dia.

Sedangkan Romi Febriansyah tidak bisa dihubungi, ponselnya non aktif.

tidak aktif.
(gik/gik)
Mungkin ini bisa dibilang utak-atik gathuk. Tapi sejak personel-personel di Suara Surabaya Media mulai keluar satu-persatu, mulai dari on-air sampai marketing, entah mengapa tiba-tiba saya punya firasat, akan terjadi suatu masalah yang pelik di SS Media. Saya tidak tahu apakah itu akan berujung pada kehancuran SS sebagai media yang terkenal besar itu atau tidak. Itu diluar kekuasaan saya sebagai manusia. Tapi yang jelas, ketika saya memutuskan untuk keluar, dua bulan sebelum ulangtahun SS yang ke-25, firasat itu makin kuat, dan semakin menguat waktu saya dateng di acara ulangtahun radio yang terkenal dengan Kelana Kotanya ini, yang kemudian melebarkan sayap dengan mendirikan media online dan cetak. Saat itu tiba-tiba saya teringat pertanyaan ayah saya, ketika saya hendak melamar ke SS 7 tahun lalu, "Gimana kalo nanti tiba-tiba radiomu kolaps?"
Waktu itu saya sih jawabnya enteng aja, "Yaa cari kerjaan lain aja..."
Sungguh ironis, sebuah sinergi menuju harmoni yang didengung-dengungkan di ulangtahun ke-25 media dengan rate iklan termahal di Jawa Timur ini, ternyata hanya slogan kosong belaka. Samasekali tidak ada sinergi antara atasan dan bawahan. Yang ada cuma sikut-sikutan, jilat-jilatan (ihh...) dan tingkah-polah yang biasanya dilakukan wakil rakyat yang selalu dikritik oleh media ini.
Terusterang saya juga kaget, waktu sedang enak-enak nyetir dijalan, tiba-tiba salah satu teman saya di SS nelepon dan ngabarin tentang perseteruan Hendro dan SS Media. Seketika itu juga saya terkesiap, dan teringat dengan firasat yang saya alami itu. Padahal saya sendiri sudah mulai melupakannya, karena toh saya kan bukan bagian dari institusi itu lagi. Saya memang tetap berhubungan dengan teman-teman di SS, karena memang saya tidak ingin memutus silaturahim. Dosa man!
Semoga masalah ini bisa selesai dengan baik. Kalau tidak, mudah-mudahan Disnaker juga tidak segan-segan bertindak, sekalipun SS adalah institusi yang bernama besar, dan personel-personel didalamnya "disungkani" instansi pemerintah dan kepolisian. Karena sebagai media yang bervisi dan misi menciptakan masyarakat demokratis, tentu harus dimulai dari diri sendiri. Kalau diri sendiri sudah cacat dengan kekotoran dan kemunafikan, apa mungkin nyuruh-nyuruh pihak lain untuk berbenah dan bersih-bersih diri????

No comments: