Tuesday, August 26, 2008

KONFLIK DI SUARA SURABAYA MEDIA

Ada pepatah, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Begitu juga dengan yang terjadi di sebuah media yang sudah dianggap besar, punya pendengar militan, dan dianggap paling profesional dengan tarif iklan ekstra mahal untuk kalangan Jawa Timur. Yap! Suara Surabaya Media yang punya nama besar itu, akhirnya guncang juga, setelah kasus yang menimpa Hendro Dwijo Laksono Chief Editor majalah Mossaik (alm) muncul ke permukaan. Berikut petikan beritanya, yang saya ambil dari situs milik Asosiasi Jurnalis Independen di Surabaya....

Terancam PHK, Jurnalis SS Media Ngadu ke LBH dan AJI
Budi Sugiharto - detikSurabaya

Surabaya - Kasus perselisihan antara jurnalis dengan perusahaan kembali terjadi. Kali ini dialami Hendro D. Laksono, Chief Editor majalah Mossaik (grup Suara Surabaya Media). Hendro mengaku diberlakukan dengan tidak adil dan mengadukan nasibnya ke AJI dan LBH Surabaya.

Dalam siaran pers AJI Surabaya yang diterima detiksurabaya.com, Selasa (12/8/2008), mulai 19 Juli 2008 hingga 18 Agustus 2008, Hendro diskorsing sembari menunggu sanksi dari perusahaan atas 'pelanggaran' yang dituduhkan kepadanya.

Hendro masuk Suara Surabaya Media (SS Media) sekitar bulan Juli-Agustus Oktober dan diminta untuk membangun dan mengembangkan sebuah majalah Mossaik yang terbit perdana pada Desember 2002. Hendro menjabat sebagai Manager/Chief Editor.

Sayangnya, kondisi bisnis Mossaik tak memperlihatkan perkembangan positif. Seperti dilansir AJI Surabaya, hingga pada Februari-Maret 2006, Suara Surabaya Media mempersiapkan majalah baru Surabaya City Guide. Mei 2006, wacana penutupan Mossaik mulai muncul, ketika Errol Jonathans (Direktur Operasional) memanggil Hendro dan menyatakan akan menutup Mossaik karena alasan bisnis yang bermasalah (merugi).

Padahal jauh sebelumnya, Majalah Mossaik malah sering dihadapkan pada pemahaman bahwa produk ini tidak memiliki beban profit 100%. Karena Majalah Mossaik diposisikan sebagai proyek idealis SS Media yang berorientasi pada pencitraan.

Januari 2007, Suara Surabaya Media meluncurkan EastJava Traveler (EJT), sebuah majalah hasil kerja sama SS Media dengan Disparta Jatim di bawah Mossaik Media Communication atau M-COMM. Produk yang diharapkan bisa berkibar ini pun akhirnya berhenti terbit.

Masuk tahun 2008, tepatnya pada pertengahan tahun, isu pemecatan kru Mossaik mulai muncul. Beberapa tim Mossaik ditanggil secara bergiliran, karena ada isu aktifitas side job yang dikerjakan oleh kru Mossaik. Meskipun tidak terbukti. Hendro pun bernasib sama. Hendro dituduh membuah lembaga baru yang 'bertabrakan' dengan M-COMM.

Hendro bersikukuh jika tudingan itu tak berdasar. "Saya sudah melibatkan LBH dan AJI sebagai konsultan hukum. Mereka sementara ini sebatas masih memberi masukan saja," kata Hendro yang dihubungi detiksurabaya.com. Pada sidang tanggal 19 Juli 2008 dengan HRD SS Media serta GM M-COMM, dirinya dituduh melakukan aktivitas yang sama dengan pekerjaan saya di SS Media, tambahnya.

"Saya ditawari memilih PHK atau mengundurkan diri. Kalau PHK saya minta sejak dulu, cuma alasannya bukan pelanggaran integritas. Tapi memang saat itu Mossaik tutup," ungkap Hendro.

Padahal, kata Hendro, usaha konsultan media yang dirintisnya itu sudah berdiri pada tahun 2002 (akta notaris), empat tahun sebelum M-COMM berdiri. "Jadi saya merasa tidak melakukan pelanggaran apapun. Apalagi, sejak masuk buan Juli atau Agustus tahun 2002 hingga sekarang, atribut yang dibebankan pada saya adalah Chief Editor Majalah Mossaik, bukan manajer M-COMM," tegas Hendro.

Direktur Umum Administrasi SS Media Romi Febriansyah membenarkan jika Hendro telah diskorsing karena melakukan pelanggaran berat.

"Sudah diskorsing. Karena ada pekerjaan yang sama dengan bisnis kita di SS Media. Kasus ini sudah diserahkan ke Disnaker untuk mediasi. Ini pelanggaran yang berat. Kita tunggu keputusan disnaker apapun itu," kata Romi kepada detiksurabaya.com.
(gik/gik)

Surat Disnaker Datang, "Pertempuran" Dimulai

Surat Panggilan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya dalam kasus perburuhan antara Chief Editor Majalah Mossaik, Hendro D. Laksono vs Suara Surabaya Media diterima Hendro D. Laksono, Selasa (19/08/08) ini. Dalam surat itu, Disnaker Surabaya meminta pihak yang berselisih, Hendro dan Pimpinan Suara Surabaya, Soetojo Soekomiharjo untuk datang ke kantor Disnaker Surabaya Selasa (26/08/08) ini.

Uniknya, surat Disnaker bernomor 560 itu menuliskan "Sdr. Hendro D. Laksono, dkk", sebagai pihak ke-2 yang berselisih. "Ini yang membingungkan saya, mengapa Disnaker menilai saya dan kawan-kawan (diwakili dengan singkatan "dkk" yang tertulis dala surat itu), apakah ada kawan lain yang akan bernasib seperti saya," kata Hendro. Lebih jauh Hendro mengatakan, sebagai bagian dari upaya menghormati proses hukum, dia akan menghadiri undangan Disnaker tersebut.

Sementara itu, Athoillah dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengatakan, bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, pihaknya akan terus mengawal proses kasus perburuhan ini. Karena hal ini sekaligus menjadi upaya mengawal kasus perburuhan dengan adil sesuai hukum. "Kalau bukan buruh yang mengawal kasus ini, lalu siapa lagi, untuk itu kita harus mengikutinya, dan berharap ada keadilan di dalamnya," kata Athoillah.

Melalui surat itu Disnaker Surabaya menawarkan kepada dua pihak yang bersengketa untuk memilih dua solusi, Konsiliator atau Arbiter. Sesuai dengan pasal 4 ayat (3) Undang-undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). "Apa pilihan Hendro, tetap kami dukung," kata Athoillah.

Sejak kasus sengketa perburuhan Hendro D. Laksono dan Suara Surabaya Media mencuat, AJI Surabaya mendapatkan berbagai dukungan dari dalam dan luar negeri, melalui email. Sebagian besar dari email itu meminta Hendro D. Laksono untuk menjaga energi, karena kasus perburuhan selalu berhadapan dengan berbagai kendala. "Yang paling parah adalah tidak adanya mainset dukungan terhadap buruh," tulis salah satu email itu.

Sebelumnya, Suara Surabaya Media juga mengirim surat ke Hendro perihal perpanjangan masa skorsing. Dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Umum Administrasi Rommy Febriansyah itu, Hendro yang seharusnya mulai bekerja kembali pada 19 Agustus 2008 ini, "dipaksa " untuk kembali menerima skorsing hingga ada proses penyelesaian mediasi dari Disnaker. "Apapun itu, Saya akan tetap menghormati rules of the game. Yang Saya khawatir, justru nasib teman-teman Saya yang sampai sekarang masih bekerja di sana (Suara Surabaya Media). Jangan sampai merasakan apa yang saya rasakan,.." kata Hendro.***

Dan ini perkembangan terbaru yang saya dapatkan hari ini...

Bipartit Hendro-SS Tak Capai Kata Sepakat

Yudi Tirzano dan Andreas Wicaksono

Proses penyelesaian perselisihan antara Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik dengan perusahaannya bernaung Suara Surabaya (SS) Media resmi memasuki tahap bipartit. Penyelesaian dua pihak berselisih dalam perusahaan itu dilakukan di kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Selasa (26/8) siang. Pada pertemuan yang berlangsung pukul 11.30-12.00, kedua pihak tidak mencapai kata sepakat mengenai persoalan yang diselisihkan.

Hendro datang didampingi Mohammad, perwakilan dari LBH Surabaya. Di lain pihak SS Media diwakili oleh tim Kuasa Hukum dan Rommy Febriansyah, Direktur Umum & Administrasi. Seperti diketahui Majalah Mossaik bernaung di bawah manajemen SS Media yang juga mengelola radio Suara Surabaya FM.

Mohammad mengungkapkan pertemuan tidak mencapai sepakat karena kedua belah pihak bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Hasil pertemuan dinyatakan secara tertulis dalam Risalah Pertemuan Bipartit. Selanjutnya risalah diserahkan kepada pihak Disnaker Kota Surabaya yang diterima oleh staf Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, SR Fataring Diana.

"Masih akan dilakukan pertemuan kedua. Mengenai waktu terserah mas Hendro kapan bisa digelar lagi. Kemudian kami sampaikan kepada pihak SS Media," kata Mohammad usai pertemuan.

Hendro bersikukuh tidak terjadi pelanggaran integritas yang kemudian berbuntut diberikan sanksi skorsing seperti yang dituduhkan pihak manajemen SS Media. Sementara Rommy menyatakan bahwa Hendro telah melakukan pelanggaran serius karena bekerja pada perusahaan lain seperti yang dituduhkan. "Tidak boleh bekerja di tempat lain yang memiliki bisnis yang sama dengan perusahaan," tegas Rommy.

Tolak Mundur

Sebelum pertemuan bipartit digelar, Muhammad sempat menyatakan penolakan terhadap tawaran penyelesaian tripartit yang melibatkan karyawan, perusahaan dan Disnaker Kota Surabaya. Awalnya pihak Disnaker Kota Surabaya, melalui staf bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, Fataring Diana menawarkan mekanisme penyelesaian Tripartit kepada kedua pihak.

Namun LBH Surabaya menolak karena selama terjadi perselisihan pihak Hendro dengan manajemen SS Media belum sekalipun dilangsungkan pertemuan bipartit. "Pertemuan-pertemuan kedua pihak sebelumnya bukan termasuk bipartit karena tidak ada risalah," kata Muhammad.

Hendro mengakui sebelum berlanjut ke pihak Disnaker, telah diadakan pertemuan dirinya dengan manajemen SS Media. Dalam pertemuan dengan pihak manajemen, Hendro disodori tawaran mengundurkan diri secara sukarela. Tetapi dia menolak jika pengunduran diri yang dikaitkan dengan pelanggaran seperti dituduhkan pihak SS Media.

"Dalam pembicaraan informal memang sudah dibahas mengenai pilihan pensiun dini dan PHK (pemutusan hubungan kerja). Tetapi pihak SS Media tidak mengenal PHK sehingga saya diminta mengundurkan diri," urai Hendro.

1 comment:

jagung manis said...

terima kasih kawan...