Friday, August 07, 2009
Sing Waras Ngalah
Awalnya aku dan dua temanku, sebut aja A dan B berangkat sama-sama. Iyalah wong mau berlatih bersama kok berangkatnya sendiri-sendiri? Kupikir karena senasib sepenanggungan, aku berharap kita bisa jadi partner yang super solid untuk nantinya pulang dan membangun kantor cabang di Surabaya untuk bisa jauh lebih berkembang, dan harapannya sukur-sukur melebihi kantor pusat.
Karakter A dan B yang berangkat bareng ini memang unik. Si A punya sifat temperamental dan bossy, sedangkan si B cenderung pendiam tapi kalo sudah terpancing emosinya, ledakannya juga nggak kalah sama bom Hiroshima. Aku sih nggak mau ambil pusing dengan semua itu. Toh namanya manusia, pasti punya masing-masing sifat, kurang dan lebih, unik, dan pasti beda satu sama lain. Tuhan kan menciptakan semua makhluk berbeda karena emang ada tujuannya yang jelas bermanfaat. Kalo sama semua jadi robot doong!
Setibanya kita bertiga di Jakarta, kita ditempatkan dalam semacam guess house letaknya didalam areal kantor. Awalnya A dan B tidur sekamar, sedangkan aku kebagian tidur sendiri. Setelah beberapa hari berlalu dengan materi demi materi tentang kemampuan manajerial, suatu malam waktu kita bertiga sedang ngumpul, si A cerita kalau di guest house ini ada banyak cerita horor. Konon dulunya guest house ini adalah sebuah gudang yang direhab paksa karena mau nampung tamu istimewa dari Surabaya hehehe!
Entah karena terpengaruh cerita seram si A, atau karena memang penakut, si B akhirnya eksodus kekamarku. Kebetulan sih tempat tidur dikamarku model tingkat. Jadi masih ada tempat tentunya. Yang akhirnya mulai terjadi perubahan dalam hubungan kita bertiga adalah, ketika si A mulai sering ngelayap sendirian tiap malam. Memang sih waktu pertama tiba di Jakarta, si A ini udah ngelayap tiap malem. Pulang-pulang udah mitnait. Awalnya sih aku dan si B menganggap wajar perilakunya. Mungkin biar lebih kenal sama orang-orang yang ada di kantor. Tapi sejak cerita horor itu, dia makin sering menghilang dibandingkan bersama-sama. Memang sih aku dan B nggak ambil pusing, karena memang sejak dulu kenal, si A ini bukan tipe yang disenangi, termasuk di kantor cabang di Surabaya. Tapi makin lama makin jadi. Bertemu muka pun nggak ngomong atau nyapa. Bahkan senyum aja nggak!!!!
Karena lama-lama empet juga dengan kondisi ini, aku dan B akhirnya curhat ke pimpinan. Dan ternyata para bos ini udah tau bener dengan kondisi yang ada, bahkan sejak kita bertiga belum ke Surabaya. Terlepas dari ada mata-mata atau tidak, yang jelas kita berdua lega, karena paling tidak ada harapan perubahan yang dilakukan para atasan di Jakarta.
Yang pada akhirnya membuat hubungan si A denganku dan B makin renggang (aku rasa itu yang terjadi), adalah pada saat sang Direktur langsung tunjuk hidung kepada A, dan mengkritik perilakunya yang suka kelayapan ke divisi lain. Alasannya, mengganggu kinerja divisi lain. Memang sih di kantor dipasangi CCTV untuk memantau kegiatan karyawan disana. Tapi jelas bukan di guest house dan kamar mandi ya..hehehe! Sejak itulah A makin jauh dari aku dan B. Apalagi tiap aku pulang ke rumah ortu kalo libur weekend, dia nggak pernah mau ikut biarpun aku udah nawarin juga ke A untuk refreshing bareng, jalan-jalan kek atau apa, yaa sekedar santai dan juga biar tetep kompaklah. Tapi tetep aja dia menolak dengan berbagai alasan.
Kadang sih aku ngerasa bersalah juga, coz aku pernah nyentil tentang kenyamanan dalam bekerja yang lagi jadi masalah di kantor Surabaya. Kebetulan memang ketidaknyamanan itu muncul karena perilakunya selama ini. Apalagi didukung dengan posisi istrinya sebagai kepala cabang di Surabaya, makin lengkaplah keleluasaannya menebar ketakutan. Memang sih jawaban-jawaban atasan waktu itu cukup bijak, tapi sepertinya itu makin membuatnya merasa nggak nyaman bersamaku dan B.
Kadang-kadang sempet bete juga hidup serumah dengan orang autis seperti ini. Pengen juga sih ngajak ngomong langsung dan nanya apa sih maunya menjauh dan sengit kayak gini. Padahal selama ini aku nggak pernah ngajak berantem. Tapi lagi-lagi aku harus menahan segala emosi yang mulai menyala dalam hatiku, coz yang kuhadapi bisa jadi bukan tipe orang yang mudah menerima saran orang lain, termasuk dari atasannya sekalipun. Akhirnya jadi malah inget pepatah bijak yang kayaknya sekarang perlu dilestarikan. Pepatah itu adalah: Sing Waras Ngalah. Bete? Jelas. Tapi kalo kita terus-terusan bete karena dia, bisa anjlok mental dan prestasi nih! Justru kalo bisa, si kampret ini yang kudu angkat kaki dari tempat kerja selama ini. Tapi yang penting tetaplah Sing Waras Ngalah...
Saturday, July 18, 2009
Bangsa Euforia
Rasanya semua sudah nggak asing lagi dengan dua kata yang jadi judul diatas, karena bagaimanapun itulah yang sedang terjadi di negeri ini, dan rasanya masih itu yang akan terus terjadi sampai beberapa generasi kedepan.
Menurut para sosiolog yang bisa anda baca komentarnya di berbagai media, bangsa ini termasuk bangsa yang pelupa dan mudah terbuai oleh euforia hal-hal tertentu yang sebetulnya tidak terlalu penting buat kehidupan sehari-hari. Contoh kecil mungkin bisa dilihat kalau ada pembukaan mal atau pusat perbelanjaan baru, niscaya pasti rame-rame kesana biarpun sampai dibelain nggak dapet tempat parkir, atau bahkan sampai nyerobot jatah parkir orang pun rela.
Dan itu pula yang terjadi ketika bangsa ini sedang sibuk dengan penghitungan suara Pilpres 2009, perhatian orang semuanya ada disana, terutama karena ada pertikaian antara incumbent Susilo Bambang Yudhoyono dan lawan-lawan politiknya, berupa saling tuding dan saling lontar pernyataan dan kampanye negatif. Perhatian publik sempat serta-merta teralihkan, sewaktu ada tragedi Masa Orientasi Siswa yang membawa korban meninggal, seorang siswa SMAN 16 Surabaya bernama Roy Aditya. Sontak seketika itu juga pembahasan beralih dari soal politik ke ranah pendidikan, terutama mencuatkan kembali isu perlu tidaknya MOS dilakukan di sekolah. Bahkan sampai seorang Walikota Surabaya akhirnya mengambil kebijakan untuk tidak memberlakukan MOS mulai tahun depan, dikala ada penerimaan siswa baru di sekolah manapun.
Sedang asyik-asyiknya masyarakat membahas masalah ini, termasuk mengungkit kemampuan pemerintah dalam menghentikan ploncoisme dalam MOS, tiba-tiba pada hari Jumat 17 Juli 2009 jam 7.41, publik dikejutkan dengan 2 ledakan besar yang terjadi (lagi-lagi) di hotel J.W. Mariott Mega Kuningan, disusul di hotel Ritz Carlton selang tidak sampai sepuluh menit kemudian. Padahal hotel yang tersebut terakhir ini akan dihuni para pemain Manchester United yang bakal bertanding melawan Indonesia All Star Senin 20 Juli 2009.
Perhatian serta-merta teralih kesana, membiarkan perpeloncoan yang masih terjadi di sekolah terabaikan lagi, tidak diurusi lagi, dan sibuk memfokuskan perhatian ke pemboman itu, terutama karena tragedi ini juga menarik perhatian masyarakat internasional. Bahkan paklek Obama sampai menyatakan siap membantu Indonesia dalam memerangi terorisme, meskipun mereka sendiri sebetulnya sampai saat ini masih kelabakan mencari sosok Osama Bin Laden. Awareness kita sebagai masyarakat lagi-lagi teralihkan, dari fokus terhadap upaya keluarga Roy Aditya untuk menuntut SMAN 16 Surabaya, ke ledakan yang dianggap memalukan bangsa ini di mata internasional, karena dengan begitu cap sebagai sarang teroris semakin nyata adanya. Belum lagi Presiden waktu memberikan keterangan pers malah curhat soal ancaman teroris terhadap dirinya, dengan mengatakan itu adalah data intelejen yang seharusnya bukan merupakan konsumsi publik. Lha kalo semua jadi rahasia umum, buat apa ada rahasia?
Segala hal tentang pemboman di Mega Kuningan pun menjadi topik perbincangan yang hangat bahkan cenderung panas, karena segala aspek dibahas mulai dari soal penyelidikan sampai dampak perekonomian. Apalagi pada saat itu juga sedang ada pertemuan para CEO se-Asia yang membahas tentunya tentang upaya survive ditengah krisis global, termasuk peluang berinvestasi di Indonesia. Imbas lainnya, daerah-daerah lain terutama yang ada hotel made in USA menjadi perhatian ketat dari aparat keamanan. Kawasan yang nggak ada hubungannya dengan pemboman di Jakarta jadi ikut-ikutan panik, karena takut kalau-kalau berikutnya adalah tempat mereka yang jadi sasaran.
Memang semua harus waspada, semua harus berhati-hati, terutama karena beberapa pemboman sudah terjadi di negeri ini. Tapi, melihat segala kondisi termasuk kepanikan yang kemudian menjalar ke seluruh berbagai penjuru negeri, maka kembali saya teringat lagunya Bang Haji Rhoma Irama....
Yu Fo Ria.....
Tentu gembira (gembira) ya gembira
Kalau menggapai cita-cita
Tentu berkesan (berkesan) ya berkesan
Kalau mereguk kebebasan
(Ya-o-ya-o-la-la, ya-o ya-o-la-la)
Tapi jangan sampai lupa daratan
(Ya-o-ya-o-la-la, ya-o ya-o-la-la)
Dan juga jangan sampai kebablasan
Awas jangan salah mengartikan kebebasan
Bukan bebas lepas melakukan pelanggaran
Kebebasan bagi manusia bukanlah tanpa batasan
Sebagai makhluk berbudaya kita terikat aturan
Indahkanlah norma-norma agama <> (Ha, ha, ha...)
Patuhilah rambu-rambu berbangsa <> (Ha, ha, ha...)
Hindarkanlah segala kemungkaran <> (Ha, ha, ha...)
Hentikanlah tindakan kekerasan <> (Ha, ha, ha...)
Euphoria, euphoria, euphoria, euphoria
Sunday, April 05, 2009
Makkah Al Mukaramah 5 Tahun Lalu
Sekitar akhir 2003, bapak ngajakin ibadah haji ke Mekkah. Alhamdulillah ketika itu Allah memberi rezeki yang cukup untuk bapak, saya dan adik laki-laki saya menjadi tamuNya di tanah suci. Yang ada di kepala saat itu adalah siapkah aku menjadi tamuNya ditempat yang luarbiasa seperti itu? Apalagi namanya anak muda, ibadah masih bolong-bolong, dan seabrek dosa yang rasanya bikin minder untuk jadi tamu bagi sesosok yang menjadi pencipta alam semesta. Ibarat mau bertamu ke rumah pejabat tapi baju kita compang-camping ndak karuan.
Kusampaikan penolakanku kepada bapakku, dengan alasan belum siap mental untuk berhaji. Apalagi sering terdengar cerita orang kalau Makkah ibarat akhirat mini yang akan menyingkap semua keburukan kita, dan akan beroleh balasan langsung dariNya. Mendengar semua itu bapakku cuma senyum, tapi kemudian berkata,"Kalo memang mau membersihkan diri, justru disanalah tempatnya. Jangan cuma gara-gara kita merasa banyak dosa terus malah nggak berangkat. Kalo gitu caranya sampai kapanpun kita nggak akan pernah bisa berangkat, karena kita selalu merasa tidak pantas."
Aku tercenung dengan penuturan bapakku, dan akhirnya aku memutuskan untuk berangkat ke tanah suci, dengan harapan semoga Allah sudi membersihkan diri dan jiwaku ini.
Ketika sudah disana dan menjalani semua proses ritual, baru aku merasa bahwa apa yang menjadi mitos itu tidak benar. Apalagi banyak sekali peristiwa diluar akal dan nalar manusia terjadi disana, dan alhamdulillah aku dan keluarga selalu mendapat kebaikan. Dan satu hal yang bikin kangen adalah suasana ibadah yang nggak pernah aku dapat dimanapun. Dan satu hal lagi, setiap kali denger 'Surga Hati'nya Ungu, selalu hati ini seperti tertarik, mengajakku untuk kembali kesana, sehingga tanpa sadar air mata tertitik keluar. Ya Allah, izinkan aku kembali menjadi tamuMu, bersama dengan keluargaku. Panggil aku lagi.....
Sunday, March 01, 2009
Idola Cilik = Small Resized Indonesian Idol
Yang demen nonton tipi pastinya udah nggak asing lagi dengan kontes-kontes popularitas. Sejak jaman Indosiar memperkenalkan Akademi Fantasi alias AFI yang sukses sampai 5 atau 6 seri kalo nggak salah, dan disusul RCTI dengan Indonesian Idolnya, TPI dengan KDI dan API, ajang-ajang serupa makin banyak bermunculan, dan selalu dalam format yang sama meski dengan penampilan atau kemasan yang berbeda. Si penampil disuruh mempertunjukkan kebolehannya lebih dulu, kemudian baru dikomentari, dicela, atau bahkan dipuji-puji. Setelah itu, lolos tidaknya sang kontestan ternyata bukan ditentukan dari pedasnya komentar juri atau penilai, atau pencela, atau apalah, tapi justru dari banyaknya sms yang masuk untuk mendukung sang peserta yang bakal jadi idola.
Kontes-kontes macam ini sih bukan sesuatu yang haram hukumnya, dan tidak ada alasan untuk dihentikan penayangannya, kecuali kalau memang rating dan perolehan iklan dari acara ini terus menurun. Tapi ada satu hal yang membuat saya prihatin, dan mungkin sebagian dari teman-teman yang baca juga. Ada kontes popularitas bernama Idola Cilik yang ditayangkan RCTI dan sekarang sudah memasuki sekuel yang kedua. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan kontes itu, karena toh sama saja dengan lomba foto balita, atau cerdas cermat anak SD. Tapi ada yang mengganjal buat saya, yaitu lagu-lagu yang dibawakan oleh mereka para peserta yang masih bau kencur itu ternyata bukan lagu-lagu yang pantas untuk mereka. Bukan lagu anak-anak yang digubah ulang, atau lagu anak-anak yang baru, tapi justru lagu-lagu yang mereka bawakan adalah lagu-lagu dari kakak-kakak bahkan om dan tante mereka yang sudah dewasa.
Jujur saya gumun berat begitu melihat mereka menyanyikan Racun Dunia, Dealova, Kok Gitu Sih, dan masih banyak lainnya. Karena yang saya lihat disini, kontes untuk menemukan artis-artis cilik nggak ada bedanya dengan kontes popularitas yang diikuti oleh remaja dan orang dewasa. Lagu-lagunya mirip, model penilaian dan komentarnya mirip, penentuan pemenangnya apalagi. Sambil inget-inget dan buka-buka referensi lagu anak-anak, saya menemukan begitu banyak lagu anak yang bisa digubah ulang untuk dinyanyikan. Kalau toh panitianya males dengan konsep band, Kak Nunu yang memang jagonya lagu anak bisa tuh dikontrak untuk tampil. Garapannya oke punya, dari lagu anak yang sederhana sekali, bisa menjadi karya bernuansa klasik yang indah.
Kalo begini terus, saya yakin lagu anak-anak macam Bintang Kecil, Pelangi, Tiki-tik Hujan, Lihat Kebunku sampai lagu-lagu gubahannya mbah Titiek Puspa seperti Menabung atau Saya Suka Musik pasti bakal hilang tertelan zaman. Nanti kalau sudah gitu, yang disalahkan adalah perubahan zaman dan orangtua yang nggak pernah mau mengajarkan anak-anaknya menyanyikan lagu-lagu yang memang untuk anak-anak. Pepatah orang bijak, semua itu ada peruntukannya masing-masing. Kalau satu sama lain tidak cocok peruntukannya, maka hasilnya pun jangan diharap bakal bagus. Mudah-mudahan tu panitia kontes idola yang pesertanya anak-anak bisa lebih merhatiin lagi terutama tentang konsep lagu yang akan dilombakan. Kalo masih pake lagu orang dewasa, mending nggak usah diadakan sekalian. Ingat!!!! Anak bukan miniatur orangtua!!! Mereka punya hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan jalur mereka. Seperti kata Kahlil Gibran, anak bagaikan sebatang panah. Ketika dilepas dan menancap disuatu tempat, panah tersebut adalah milik tempat tertancapnya itu, bukan lagi milik si pemanah.
Tuesday, February 24, 2009
Antara Popularitas dan Intelektualitas
Apa itu? Menjadi caleg. Ya! Dunia politik sekarang lagi gencar-gencarnya buka lowongan untuk para bintang sinetron dan siapapun yang merasa dirinya artis. Mulai artis jaman dulu sampai masa depan, semua boleh jadi caleg. Alasan partai-partai politik yang buka lowongan untuk mereka itu klise aja, karena artis kan pasti banyak penggemarnya. So, pasti ada harapan besar buat meraup suara terbanyak. Maka bermunculanlah nama-nama yang dulu lebih kita kenal sebagai bintang film atau sinetron, ketimbang pejabat negara. Mulai Rano Karno yang sekarang sukses jadi Wakil Bupati Tangerang, Dede Yusuf si bintang Bodrex yang jadi Wakil Gubernur Jawa Barat, sampai Adjie Massaid yang jadi anggota DPR RI. Yang gagal pun juga ada, macam Primus Yustisio yang gagal jadi Wabup sebuah kota di Jawa Barat, dan akhirnya sempat berperkara dengan pendukungnya.
Dilarangkah mereka jadi caleg atau bahkan capres sekalipun? Tentu saja tidak, karena sesuai UUD'45, semua warga negara Indonesia yang memenuhi syarat, berhak untuk memilih dan dipilih. So, apa yang salah dengan mereka?
Sebetulnya sudah rahasia umum kalau beberapa artis yang menjadi caleg, ternyata tidak membekali diri dengan pengetahuan yang memadai, sehingga daya pikir dan nalar mereka cekak, dan akhirnya tidak tahu harus menjawab apa kalau ada yang tiba-tiba bertanya tentang perannya di legislatif atau eksekutif nantinya.
Jadi inget beberapa hari lalu sempat nonton sebuah acara debat caleg dari tiga partai politik, dan ndilalah ketiga caleg partai-partai tersebut adalah selebritis. Waktu disuruh menyampaikan visi dan misi oleh panelis, mereka sangat bersemangat memajukan petani, sehingga tanpa sadar mereka jadi berucap janji yang sangat tinggi di angkasa.
Yang kemudian membuat saya merasa antiklimaks dan akhirnya justru eneg dengan mereka, adalah ketika Imam B. Prasojo, panelis yang juga seorang sosiolog dari Universitas Indonesia mengajukan pertanyaan sepele. Pertanyaannya adalah, apa sih tugas DPR itu? Dan jawabannya, pada ngalor ngidul! Kebodohan mereka makin bertambah kelihatan tatkala panelis lain menanyakan analisis mereka tentang UU soal pertanian, yang ada malah janji-janji manis sampah seperti yang pernah dilontarkan para pendahulu mereka dan tak pernah terlaksana sampai sekarang!
Mungkin memang ada kursus politik di partai politik. Tapi kalau tugas di DPR aja ndak tau, apalagi ndak bisa menganalisis UU yang kelak jadi kewajiban mereka untuk memperbaiki dan melaksanakannya, mending mundur aja dari sekarang. Jauh lebih baik para artis kapiran itu berakting di layar kaca, layar bioskop, atau layar tancep sekalian. Kalo aktingnya disitu, penonton pasti suka. Ujung-ujungnya kalo terpilih, mereka pasti akan meraih Panasonic Awards, atau minimal gelar Artis Paling Ngetop. Produser untung, mereka juga untung karena selain namanya makin terkenal, kocek pasti makin tebal karena banyak yang nanggap main sinetron atau jadi presenter. Lha kalo aktingnya di kursi dewan? Rakyat jadi taruhannya sodara! Apalagi ndak ada istilah cut atau retake. Yang ada kebencian mendalam dan bisa jadi turun-temurun kalo legislasi yang dihasilkan tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, dan itu ndak akan terhapus dalam waktu lama. Nama rusak, citra terpuruk, dan masih ada resiko negatif lainnya. So, please deh! Buat para artis yang bernafsu jadi pejabt, pikir lebih bijak lagilah! Kalo jadi artis, ente cuma mewakili diri sendiri. Tapi kalo jadi pejabat, ente mewakili rakyat. Wong khalifah dan sahabat Rasulullah aja malah nangis waktu ditunjuk jadi pejabat, karena takut ndak sanggup menjalankan amanah maha berat itu, ini kok malah nafsu pengen njabat. Huh!
Tuesday, January 27, 2009
Malaikat Juga Tahu
Entah kenapa begitu kena bagian reffrainnya, tiba-tiba aku jadi sentimentil. Segala kenangan bareng nyonya semasa pacaran sampe sekarang udah punya bidadari mungil, tiba-tiba muncul lagi. Dan yang muncul adalah, sosok istriku yang terimajinasi sebagai malaikat tak bersayap itu. Bukan berarti istriku ndak rupawan lho! Hehehe!
Entah kenapa, tau-tau bayang-bayang yang muncul juga berupa sosok diriku yang masih suka menyendiri kala sudah beberapa bulan menikah. Masih kebawa suasana bujangan dulu sih! Mengingat itu semua, mendadak muncul rasa berdosa pada belahan jiwaku ini, karena aku sering asyik sendiri, entah berinternet ria, maupun dengan kegiatan musikku. Memang aku sudah bisa beradaptasi dengan kehidupan baruku. Tapi begitu tadi iseng nyanyiin Malaikat Juga Tahu, kok yang muncul malah bayang-bayang seperti ini.
To my honey sweety... Maafkan aku... Memang benar kaulah juaranya. Juara yang sejati.... Luv yu 4ever...
Tuesday, January 20, 2009
Antara Barack Obama dan Bob The Builder
Kalau teman-teman mengikuti proses Obama sejak dia mulai muncul mencalonkan diri, berkampanye, debat sengit, sampai akhirnya terpilih menjadi Presiden Amerika, ada satu hal yang menarik perhatian saya, yaitu slogannya yang berbunyi Yes We Can.
Omong-omong soal slogan ini, saya tiba-tiba teringat dengan sesosok tukang bangunan yang selalu lekat dengan helm proyek dikepalanya, dan punya beberapa kendaraan proyek yang bisa bicara. Memang ini bukan tokoh manusia betulan, ini hanyalah kartun hehehe! (seperti warningnya Space Toon). Lebih tepatnya, sosok animasi tanah liat atau clay yang bernama Bob The Builder.
Terus, apa hubungannya Bob The Builder dan Barack Obama? Pertama, jelas namanya sama-sama berawalan huruf B, hehehe! Kedua, slogan yang dipakai Obama dengan Yes We Can-nya, sama persis dengan slogan si Bob dalam menyelesaikan tugas membangunnya. Tiba-tiba aja terlintas, jangan-jangan Obama dapet ide slogan kampanyenya, gara-gara habis liat film ini bareng sang anak? Wallahualam. Yang jelas, optimisme Obama dalam pidato pelantikannya tadi, menyiratkan sebuah kesamaan dengan Bob The Builder. Bedanya, Bob sudah bertindak dengan karya-karya bangunannya, sedangkan Obama baru akan bertindak.
Can he build a new America as he promised on the inaugural speech? Can he build a new era of better relationship especially with muslim countries? Can he build the economics of America that has fallen in recent years? Can he build new peace for middle east? We are the witness of his action about to be done.
Wednesday, January 07, 2009
Sebuah Pelajaran Dari Seorang Sopir Taksi
Tadi pagi baca Jawa Pos terbitan hari ini, pandangan saya tertumbuk pada sebuah kisah tentang seorang konglomerat besar, dengan penghasilan lebih dari 100 triliun Rupiah dan masuk daftar ke-94 orang terkaya di dunia versi majalah Forbes. Bukan perkara jumlah uangnya yang bikin saya terbelalak, karena toh nilai kekayaannya masih jauh dibawah Seikh Mansour, seorang triliuner asal Uni Emirat Arab sekaligus pemilik baru klub Liga Inggris Manchester City, dengan nilai kekayaan 245 triliun Rupiah lebih. Yang bikin saya ternganga dan nggak habis pikir, si Adolf Mercke nama konglomerat itu, justru telah mengakhiri hidupnya secara tragis, dengan menabrakkan diri ke kereta api yang lewat di dekat rumahnya. Rumah si konglomerat ini memang dekat dengan rel kereta api, tapi tentu saja keluarganya tidak pernah menyangka, salah satu pemilik saham Volkswagen ini mengakhiri hidupnya setragis itu.
Kenapa dia sampai tega mencabut nyawanya sendiri? Padahal sang malaikat pencabut nyawa sendiri mungkin masih belum ditugasi Tuhan buat mencabut nyawa sang konglomerat. Ternyata jawabannya adalah, Mercke sangat shock dengan krisis global yang sekarang melanda dunia, karena dengan munculnya krisis yang berawal dari kasus kredit macet perumahan di Amerika Serikat itu, ternyata berimbas pada jatuhnya nilai saham di bursa efek untuk berbagai jenis usaha dan hampir semua perusahaan yang go public. Menurut keterangan anggota keluarganya, Mercke mendedikasikan hidupnya untuk keluarga dan juga perusahaannya. Apalagi dia mewarisi beberapa perusahaan dibidang farmasi dari ayahnya. Belum lagi usaha-usaha lain seperti grosir farmasi dan juga kepemilikan mayoritas sahamnya Volkswagen.
Ternyata, Mercke tidak sendirian. 5 Januari kemarin juga ada Steven Good, taipan real estat Amerika Serikat. Dia ditemukan meninggal di hutan dekat Chicago. Dugaan yang muncul, dia tewas akibat tidak kuat kena krisis. Ini juga bukan kasus pertama, karena sejak krisis global mulai memukul perekonomian dunia akhir tahun lalu, ada beberapa nama lain yang memilih mengakhiri hidupnya karena merasa tidak sanggup mengatasi krisis finansial yang menimpanya. Salah satu diantaranya adalah Thierry De La Villehuchet, seorang manajer investasi asal Perancis.
Begitu baca semua informasi yang dimuat Jawa Pos pagi tadi, terus terang saya tiba-tiba teringat obrolan saya dengan seorang sopir taksi, waktu saya menumpang dari rumah mertua di Sidosermo menuju ke Perak. Ketika saya naik, sang sopir - mohon maaf saya lupa namanya - baru saja mengganti ban taksinya yang bocor waktu ditinggal sholat Ashar. Begitu roda-roda taksi bergulir, obrolanpun mengalir dengan lancar. Sang sopir yang ternyata rumahnya nggak jauh dari rumah orangtua saya di kawasan Perak, bercerita kalau saya adalah penumpang keduanya hari itu, sesudah pertama kali dapet tarikan penumpang cuma sepuluh ribu Rupiah!!!
Meskipun bilang baru dapet sepuluh ribu, tapi tidak nampak wajah ngersulo atau sambat alias bersungut-sungut dan cemberut, ekspresi normal sebagian besar sopir taksi yang pernah saya naiki mobilnya. Yang ada malah dia menyatakan sangat bersyukur dengan kondisinya yang sekarang. "Yang penting Tuhan selalu ngasih saya dan keluarga kesehatan dan keselamatan dunia dan akhirat. Rezeki sih sudah diatur mas sama Yang Di Atas. Kalau disyukuri, pasti rezeki itu akan barokah, berapapun besarnya," begitu kalimat yang meluncur dengan lancar dari bibirnya yang berkumis dan berjenggot sedang itu. Saya sendiri sampai terhenyak di kursi belakang, asli heran dengan sikapnya yang bertolak belakang dengan sopir-sopir taksi yang selama ini saya temui. Apalagi si sopir kemudian bercerita, kalau dia harus menghidupi dua keluarga, keluarganya sendiri dengan dua anak, dan orangtuanya yang tinggal di kawasan Mojokerto. Dan dia sudah narik sejak masih bujangan, sampai sekarang anak terkecilnya sudah kelas 2 SD. Semua diceritakannya tanpa sedikitpun saya dengar nada menyesal atas pilihannya menjadi seorang sopir taksi. Yang ada malah dia bercerita tentang keajaiban-keajaiban yang ditemuinya setiap kali dia selesai sholat di masjid dekat dengan tempatnya ngetem, dimanapun berada. Salah satunya, ketika dia baru selesai ibadah dan akan menuju mobilnya, ternyata dia melihat sudah ada penumpang yang bahkan rela nungguin dia sholat sampai selesai. Selain itu, dia juga banyak cerita tentang anak-anaknya yang sudah pada hampir khatam Al Quran. Dia juga cerita tentang teman-temannya yang terlalu asyik bekerja untuk menumpuk penghasilan, begitu sudah dapat banyak, ternyata yang ada dia malah jatuh sakit, sehingga bahkan harta yang ditumpuknya tidak cukup untuk membayar biaya rumahsakit. Sampai-sampai dia pernah ditanya beberapa teman sesama sopir taksi, kenapa dia selalu tampak tenang, tidak pernah mengeluh, bahkan pasang tampang masam pun tidak pernah. Semua diceritakan pada saya dengan kalimat yang sangat menyentuh. Dan itu benar-benar pengalaman hidupnya sendiri.
Bayangkan teman-teman!! Seorang sopir taksi dengan penghasilan yang nggak menentu, bahkan seringkali harus tekor karena tidak memenuhi target setoran dalam sehari, ternyata bisa bersikap sangat tenang, dan mampu menghidupi istri, dua anak, dan orangtuanya yang hidup berlainan kota, tanpa harus merasa kerepotan dan kemudian mengeluh apalagi sampai mengumpat dan kemudian menyalahkan situasi dan keadaan. Semua dijalaninya dengan ikhlas dan tenang. Membayangkan dan membandingkan kisah para taipan yang bunuh diri di Jawa Pos tadi pagi, dengan kisah hidup seorang sopir taksi yang saya tumpangi mobilnya kemarin, tanpa terasa air mata saya menetes. Saya seperti disadarkan bahwa ternyata masih banyak orang-orang yang bergelimang harta, tapi bahkan dia tidak tahu untuk apa sebenarnya harta itu ditumpuk setinggi dan sebanyak mungkin. Dan juga ternyata, masih banyak orang-orang yang hidupnya jauh, sangat jauh lebih susah dari para taipan dengan kekayaan triliunan Rupiah, tapi mereka bisa sangat tenang menghadapi hidup ini, bahkan mereka tidak pernah berpikir bagaimana mencari uang lebih banyak, tapi lebih berpikir bagaimana mencari bekal untuk kelak hidup di kehidupan yang lebih kekal nantinya. Sesampai saya dirumah orangtua di Perak, sesudah menyapa orang rumah, saya langsung wudhu, sholat, dan saat itulah saya nggak bisa menahan airmata. Saya sangat bersyukur dapat kesempatan mengenal sosok pak sopir taksi yang sangat sederhana, bersahaja, tapi sangat kaya pandangannya tentang hidup, jauh melebihi kekayaan para triliuner yang berlimpah ruah itu, tapi kemudian bunuh diri hanya karena kehilangan sebagian kecil dari hartanya.
Life is more than just money and wealth friends......
Tuesday, January 06, 2009
Just Wait For Your Doom
Dulu pas masih jadi news writer di SS, aku selalu amati dari waktu ke waktu. Ada satu hal yang kayaknya udah jadi warisan turun-temurun dari Israel, yaitu sifat membangkang dan ingkarnya. Sejak jaman nabi Musa dulu, Israel dan Samirinya (yang kalau menurut bukunya Muhammad Isa Dawud tentang Dajjal, dialah si Dajjal itu) memang sudah seperti itu. Baru ditinggal Musa sebentar ke gunung Sinai untuk menghadap Allah, ternyata mereka sudah ingkar dengan Allah, dan malah menyembah patung sapi buatan Samiri, yang konon bisa bersuara.
Ketika nabi Musa meninggal, semua ajarannya dilupakan. 10 perintah Allah justru diputar balik, dan hari Sabtu atau Sabat yang seharusnya menjadi hari beribadah, diubah jadi hari plesir, ya seperti kita kalau malam mingguan gitu deh!
Nah, setelah saya ingat-ingat, perkembangan dari tahun ke tahun, setiap kali ada gencatan senjata, selalu saja Israel menjadi negara pertama yang melanggarnya, dengan berbagai dalih. Terakhir waktu mereka gencatan senjata dengan Hamas beberapa waktu lalu, ternyata Israel juga yang pertama menyerang Hamas. Pantas saja kalau Hasan Nasrallah pemimpin Hizbullah menyatakan perang waktu Israel beralasan Hizbullah harus dihancurkan karena menculik dua perwira militernya, dan negeri Yahudi itu langsung membombardir Lebanon zonder permisi.
Pantas juga kalo seorang Mahmoud Ahmadinejad Presiden Iran pernah menyatakan, Israel harus dihapus dari peta dunia, karena sebenarnya segala tindakan Israel sudah layak dibalas dengan pembumihangusan tanah mereka. Apalagi Quran dan Injil juga menyebutkan, Israel nantinya seperti ladang anggur yang siap dituai. Ini juga ada di buku berjudul Armageddon, sebuah karya tentang akhir kebrutalan Israel berdasarkan penelitian pada Quran dan Injil.
Entah karena sudah ditakdirkan begitu, atau memang mereka sendiri yang minta, yang jelas sepanjang saya dulu tugas di newsroom SS, ada 2 hal inti yang selalu mereka lakukan, dan itu ternyata kalo ditarik garis ke sejarah, sudah terjadi bahkan sebelum mereka dibawa nabi Musa keluar dari Mesir yang ketika itu dipimpin Firaun Ramses 3. Kedua hal itu adalah pembangkangan dan pengingkaran.
Memang kita ndak pernah tahu kapan dunia ini akan berakhir. Tapi setidaknya, yang disebut tanda-tanda zaman akan berakhir sudah mulai bermunculan. Entah sampai kapan agresi biadab The Real Fuckin' Damn Bastard Terrorist Israel akan berhenti, tapi saya berharap kalau toh ini termasuk pertanda akhir zaman, justru saya ingin kalimat dalam kitab suci, dimana Israel akan menjadi kebun anggur yang dipanen musuh-musuhnya jadi kenyataan. Ben mampus iku zionis asu! Nambeng ae dikandani negoro sak dunyo. Mentang-mentang onok Ameri'fuckin'ka. Just wait for your doom soon!
Just Wait For Your Doom
Dulu pas masih jadi news writer di SS, aku selalu amati dari waktu ke waktu. Ada satu hal yang kayaknya udah jadi warisan turun-temurun dari Israel, yaitu sifat membangkang dan ingkarnya. Sejak jaman nabi Musa dulu, Israel dan Samirinya (yang kalau menurut bukunya Muhammad Isa Dawud tentang Dajjal, dialah si Dajjal itu) memang sudah seperti itu. Baru ditinggal Musa sebentar ke gunung Sinai untuk menghadap Allah, ternyata mereka sudah ingkar dengan Allah, dan malah menyembah patung sapi buatan Samiri, yang konon bisa bersuara.
Ketika nabi Musa meninggal, semua ajarannya dilupakan. 10 perintah Allah justru diputar balik, dan hari Sabtu atau Sabat yang seharusnya menjadi hari beribadah, diubah jadi hari plesir, ya seperti kita kalau malam mingguan gitu deh!
Nah, setelah saya ingat-ingat, perkembangan dari tahun ke tahun, setiap kali ada gencatan senjata, selalu saja Israel menjadi negara pertama yang melanggarnya, dengan berbagai dalih. Terakhir waktu mereka gencatan senjata dengan Hamas beberapa waktu lalu, ternyata Israel juga yang pertama menyerang Hamas. Pantas saja kalau Hasan Nasrallah pemimpin Hizbullah menyatakan perang waktu Israel beralasan Hizbullah harus dihancurkan karena menculik dua perwira militernya, dan negeri Yahudi itu langsung membombardir Lebanon zonder permisi.
Pantas juga kalo seorang Mahmoud Ahmadinejad Presiden Iran pernah menyatakan, Israel harus dihapus dari peta dunia, karena sebenarnya segala tindakan Israel sudah layak dibalas dengan pembumihangusan tanah mereka. Apalagi Quran dan Injil juga menyebutkan, Israel nantinya seperti ladang anggur yang siap dituai. Ini juga ada di buku berjudul Armageddon, sebuah karya tentang akhir kebrutalan Israel berdasarkan penelitian pada Quran dan Injil.
Entah karena sudah ditakdirkan begitu, atau memang mereka sendiri yang minta, yang jelas sepanjang saya dulu tugas di newsroom SS, ada 2 hal inti yang selalu mereka lakukan, dan itu ternyata kalo ditarik garis ke sejarah, sudah terjadi bahkan sebelum mereka dibawa nabi Musa keluar dari Mesir yang ketika itu dipimpin Firaun Ramses 3. Kedua hal itu adalah pembangkangan dan pengingkaran.
Memang kita ndak pernah tahu kapan dunia ini akan berakhir. Tapi setidaknya, yang disebut tanda-tanda zaman akan berakhir sudah mulai bermunculan. Entah sampai kapan agresi biadab The Real Fuckin' Damn Bastard Terrorist Israel akan berhenti, tapi saya berharap kalau toh ini termasuk pertanda akhir zaman, justru saya ingin kalimat dalam kitab suci, dimana Israel akan menjadi kebun anggur yang dipanen musuh-musuhnya jadi kenyataan. Ben mampus iku zionis asu! Nambeng ae dikandani negoro sak dunyo. Mentang-mentang onok Ameri'fuckin'ka. Just wait for your doom soon!