Saturday, January 05, 2008
Angin Tak Dapat Membaca
Asli...
Seumur-umur liat angin puting beliung cuma ada di film seperti Twister, atau yang sejenis, baru kemarin (5 Jan 08) aku tau betul, seperti apa kekuatan angin dahysat seperti ini. Ceritanya pas lagi di kantor, kebetulan dapet jatah siaran jam 7 malem, aku dateng jauh lebih awal, kira-kira setengah 7-an. Pas lagi sholat Magrib, tau-tau terdengar suara angin berhembus yang sangat kencang. Dari suaranya, ini bukan angin kencang biasa. Habis itu, tiba-tiba listrik di studio mati pet...udah gitu yang lagi di dalam ruangan tiba-tiba ribut sambil lari keluar.
Sambil terheran-heran, karena nggak biasanya temen-temenku pada ribut, aku keluar aja sambil tanya,"Ono opo to rek?" Dan pas ngeliat kedepan, di kaca jendela, keliatan angin bergulung-gulung plus petir sambar-menyambar. Pokoknya mengerikan deh... Sialnya lagi, temen-temen dari radio SBI Bojonegoro lagi dateng kestudio. Mantap deh, mereka harus dijamu dalam kegelapan.
Anginnya sih nggak begitu lama, kira-kira 10 menit terus berlalu dan meninggalkan kesan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tenaaang banget. Tapi bekas-bekasnya itu yang nggak biasa. Pohon tumbang, papan reklame ambruk, trus dapet kabar kalo tower antena pemancar radio Mercury di Citandui patah. Aku sih cuma bisa gumun, bergumam,"Masya Allah...begitu hebatnya...padahal cuma angin..."
Dan asal tau aja, aku pernah wawancara sama orang BMG Maritim Perak, dan ternyata dia kasih tau, kalo fenomena cuaca buruk seperti ini, salah satunya akibat global warming. Suhu udara naik satu derajat aja, ternyata perubahannya udah segila ini. Banjir di Bojonegoro, Ngawi, Solo, termasuk tanah longsor, itu juga diantaranya gara-gara perubahan iklim. Dan perubahan itu nggak mungkin terjadi, kalau tidak ada campur tangan pihak lain didalamnya. Dan campur tangan itu, jelas adalah MANUSIA.
Omong-omong, jadi inget judul sinetron Angin Tak Dapat Membaca. Memang angin ndak pernah sekolah, dan nggak ada sekolahan yang buka buat angin. Tapi manusia kan ada. Dari playgroup, TK, sampai perguruan tinggi dan bisa bergelar profesor, propengkor, atau apalah... Nah, logikanya kalo orang disekolahin kan biar pinter, dan biar ngerti segala sesuatu, termasuk membaca tanda-tanda alam. Mosok kalah sama mbah-mbah jaman dulu, yang lebih peka sama perubahan alam. Padahal mereka kan ndak makan sekolahan... nggak pernah sampai ngabisin bangku sekolah, tapi kok yaa pinter. Mbah Marijan itu bisa senekat itu di Gunung Merapi, ternyata memang ada ilmunya. Lah kok manusia abad sekarang yang konon katanya canggih-canggih, kok malah berpikiran merusak? Aneh....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Untung toweR SS dah pindah ya, Yuk.
Post a Comment